“Budaya” Politik Uang Dalam Pilkades di Magetan

Oleh : Sun Aryo (Direktur PT. Seputar Intermedia Group)

SeputarKita – Desa merupakan unit pemerintahan terkecil yang melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, desa juga merupakan wadah bagi masyarakat dalam kegiatan politik dan pemerintahan. Desa seharusnya menjadi sarana interaksi politik yang sederhana dan karenanya berpotensi mencerminkan kehidupan demokrasi dalam masyarakat bernegara.

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) bukan hanya sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi masyarakat semata, tetapi juga sebagai alat untuk menciptakan demokrasi yang mampu memfasilitasi pembangunan yang pesat, peningkatan pelayanan publik, kesejahteraan dan kepuasan masyarakat.

Pilkades merupakan pesta demokrasi, dimana masyarakat desa dapat berpartisipasi dengan memberikan suara untuk memilih calon Kepala Desa yang bertanggung jawab dan mampu mengembangkan desa tersebut. Oleh karena itu, Pilkades menjadi sangat penting, karena sangat mendukung terselenggaranya pemerintahan desa.

Seperti halnya pemilu, dalam Pilkades juga sering muncul permasalahan yang dapat menghambat jalannya demokrasi karena adanya potensi dan permasalahan, seperti politik uang, kampanye hitam, intimidasi, penggunaan fasilitas keagamaan untuk advokasi dan kegiatan kampanye di luar jadwal. Tindakan seperti ini dapat berdampak dan mempengaruhi hasil dari Pemilihan Kepala Desa.

Di Kabupaten Magetan, Salah satu tantangan besar demokratisasi dalam lingkup desa saat ini adalah maraknya politik uang (money politics) dalam Pilkades. Bahkan di beberapa desa fenomena seperti itu terlihat jelas. Tidak hanya dilakukan oleh calon Kepala Desa, diduga ada keterlibatan bandar judi dalam praktik politik uang. Dalam penyelenggaraan Pilkades, bandar judi dari sekitar desa akan berdatangan untuk meramaikan pasar taruhan dan kalau mungkin ikut mempengaruhi hasil pemilihan.

Politik uang (money politics) merupakan salah satu fenomena negatif mekanisme elektoral didalam demokrasi. Cara berdemokrasi yang belum matang menggunakan politik uang sebagai alat untuk memobilisasi dukungan.

Desa sebagai unit pemerintahan terendah yang berhubungan langsung dengan rakyat dan diharapkan dibangun di atas format demokrasi. Di sisi lain, praktik politik uang dalam Pemilihan Kepala Desa merupakan realitas sosial dan politik yang memiliki pola (pattern). Dalam tata cara politik dan demokrasi rakyat, hal ini terjadi sebagai “kebiasaan” dan “kewajaran”.

Calon Kepala Desa berpengaruh besar terhadap maraknya politik uang dalam Pilkades. Calon Kades menyediakan sejumlah uang yang kemudian dicairkan kepada anggota Tim Sukses untuk dibagi-bagikan kepada penduduk desa. Dana yang dimiliki oleh calon Kepala Desa dapat berasal dari calon Kepala Desa itu sendiri, dan dapat juga berasal dari orang kaya yang “meminjamkan” sejumlah uang untuk membeli suara warga dengan “imbalan” komitmen dari Calon Kades untuk melindungi kepentingan-kepentingan bisnis dan keamanan kemanusiaan (business and human security) si orang kaya tersebut.

 

Praktik politik uang di dalam Pilkades tidak hanya mengamini fenomena menipisnya kerelawanan politik sebagai fenomena jamak dalam konteks politik yang lebih luas, namun juga merupakan fenomena penurunan kualitas demokrasi di tingkat desa.

Praktik budaya politik uang secara langsung menyebabkan lunturnya nilai-nilai demokrasi. Ironisnya, sebagian besar perhelatan pemilu didominasi oleh keluhan terkait dugaan politik uang. Meski sejarah perjalanan demokrasi masih menyisakan masalah sosial yang berkepanjangan. Ia tetap diyakini sebagai sebuah sistem politik yang memberikan ruang untuk terbukanya perubahan ke arah tujuan yang lebih baik. Konsekuensi ini sebagai bentuk pengakuannya bahwa demokrasi hanyalah mekanisme untuk menyampaikan aspirasi politik berdasarkan kehendak rakyat.

Fenomena praktik politik uang yang ada pada dasarnya terjadi untuk mempengaruhi pilihan dari masyarakat sendiri, dimana adanya uang menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk memberikan pilihan pada calon tertentu. Uang pada saat ini dianggap sebagai media yang paling efektif untuk menghegemoni masyarakat dan menggiring massa untuk membuat pilihan tertentu. Adanya suatu praktik politik uang sebenarnya memang sudah dilarang melalui peraturan perundang-undangan, namun saat masih banyak sekali ditemui ketika menjelang pemilihan. Secara tidak langsung dapat disadari jika adanya praktik politik uang ini dapat merusak sistem demokrasi yang ada.

Adanya penyelenggara dan pelaksana Pemilihan yang jujur dan adil serta aparatur penegak hukum yang tegas sangat diharapkan oleh semua lapisan masyarakat agar dapat bersama sama mewujudkan kesatuan dan persatuan dalam berdemokrasi.

Dengan upaya bersama menjalankan kejujuran, keadilan, dan menegakkan hukum, diharapkan pelaksanaan pilkades akan menghasilkan kepala desa yang jujur dan adil serta selalu menjalankan tupoksinya berdasarkan konstitusi.

Dalam Peremendagri nomor 112 tahun 2014 tentang Pilkades hanya terdapat satu huruf yang terdapat pada pasal 30 terkait larangan dalam kampanye yang berbunyi:” j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye.”

Aturan ini tidak ada sanksi nya, meski demikian kita bisa menerapkan sebagaimana peraturan yang terdapat pada KUHP. pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 149 ayat (1) dan (2). Ayat (1) berbunyi, “Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling besar empat ribu lima ratus rupiah.” Sementara ayat (2) berbunyi, ”Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap”

Di Kabupaten Magetan sendiri, janji yang banyak diberikan calon kepala desa selama ini antara lain, Memberikan garapan atas Tanah Kas Desa dan Mengangkat menjadi Perangkat Desa. Kedua janji di atas ketika baru disampaikan saja sudah bisa dipidanakan. Maka jangan jadi calon yang bodoh di mata hukum.

Selain itu, jika ada calon kades yang melakukan politik uang, penyelenggara harus tegas juga memberikan sanksi, dengan cara mendiskualifikasi calon kades tersebut. Ini adalah salah satu langkah yang saat ini penting untuk dilakukan oleh penyelenggara dalam rangkah memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.

Check Also

Tasawuf dan Spiritualitas Jawa dalam Kerohanian Persaudaraan Setia Hati Terate

Tasawuf dan Spiritualitas Jawa dalam Kerohanian Persaudaraan Setia Hati Terate

Gus Imam (Mantan Siswa PSHT, Pengasuh Ponpes Raden Patah Magetan)    Dalam pusaran dunia yang …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *