Bupati Ngawi Ziarah Makam Adipati Kertonegoro, Berikut kisahnya Hingga Namanya Diabadikan


SeputarKita, Ngawi – Menjelang hari jadi Ngawi yang ke 664, Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono dan Wakil Bupati Dwi Riyanto Jatmiko beserta Forkopimda Ngawi diikuti pejabat dilingkup pemerintah kabupaten, lakukan ziarah makam leluhur. Acara yang telah menjadi tradisi ini mengawali dari serangkaian gelaran kegiatan dalam rangka merayakan ulang tahun kabupaten Ngawi.

Ziarah dan tabur bunga diawali di makam Adipati Kertonegoro yang berlokasi di desa Sine, kecamatan Sine. Lalu dilanjutkan ke makam Patih Ronggolono dan Putri Cempo di Jabalkadas, desa Hargomulyo, kecamatan Ngrambe.

Bupati Ngawi mengatakan, ziarah ini bertujuan untuk mendoakan para bupati Ngawi terdahulu yang telah gugur supaya senantiasa diberikan tempat terbaik di sisi Allah SWT sesuai dengan amal bakti. Sebagai penerus, Ony berharap bisa meneruskan apa yang menjadi cita-cita perjuangan, selalu istiqomah dan amanah

“Tujuan dari ziarah ini adalah mendoakan para bupati terdahulu yang telah gugur, para pendiri bangsa ini, senantiasa terus mendoakan para pemimpin kita supaya diberikan tempat terbaik di sisi Allah SWT sesuai dengan amal bakti. Kita selaku penerus ini semoga senantiasa bisa meneruskan apa yang menjadi cita-cita perjuangan beliau-beliau yang telah gugur, senantiasa istiqomah dan amanah” tutur Ony Anwar Harsono, Senin (04/07/2022).

Tentang Adipati Kertonegoro dan Patih Ronggolono, berikut adalah kisahnya hingga namanya diabadikan menjadi nama terminal di Kabupaten Ngawi.

Kanjeng Adipati Kertonegoro sendiri, adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah berdirinya kabupaten Ngawi, merupakan Bupati ke tiga pada periode 1834-1837. Hingga kemudian, oleh Pemerintah daerah namanya diabadikan menjadi nama terminal penumpang tipe A di Kabupaten Ngawi.

Menurut cerita rakyat, Kanjeng Adipati Kertonegoro adalah putra dari Ki Ageng Jogorogo, dari silsilahnya, Ki Ageng Jogorogo merupakan putra dari Panembahan Pamekasan di Madiun yang dikenal dengan sebutan Pangeran Purboyo, salah satu keturunan Sultan Patah pendiri kesultanan Demak.

Singkat cerita, Ki Ageng Jogorogo adalah sosok yang dikenal alim dan santun, dirinya sangat dihormati oleh masyarakat yang tinggal di tepian Bengawan Solo hingga daerah lereng gunung Lawu.

Suatu ketika, saat Ki Ageng Jogorogo sedang menunggui para petani yang menggarap lahannya di tepian bengawan Solo, berhentilah sebuah kapal besar yang konon dalam cerita, kapal tersebut sedang mengantarkan raja Mataram-Kartosuro memantau keadaan wilayah.

Dalam pertemuan itu, Sang Raja tampak simpatik dengan Ki Ageng Jogorogo dan memujinya mampu menjadi pemimpin cakap. Karena hal itu, kemudian dirinya diundang Sang Raja untuk menemuinya di kerajaan.

Sesuai titah Raja tersebut, Ki Ageng Jogorogo kemudian menghadap ke kerajaan lalu diberikanlah harta dan seorang perempuan untuk diperistri olehnya. Perempuan tersebut adalah Garwa Ampil (salah satu selir raja), pada masa lalu tradisi seperti ini adalah bentuk penghargaan Raja terhadap jasa-jasa seseorang.

Saat diserahkan sebagai Garwa Ampil, perempuan tersebut sudah dalam keadaan mengandung, yang beberapa bulan kemudian melahirkan seorang anak laki-laki. Sesuai pesan raja yang diamanatkan sebelumnya, Ki Ageng Jogorogo sepenuh hati merawat, mendidik dan menjaga anak tersebut layaknya keturunan sendiri.

Hingga pada saat usianya menginjak remaja, dia pun membawa sang anak ke kerajaan. Kemudian, sang Raja memberikan wilayah setingkat Kadipaten yang berkedudukan di Gendingan, bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Anom (KRTA) Arya Kertonegoro.

Dalam kisahnya (masa dewasa Arya Kertonegoro), Adipati Kertonegoro berusaha menjalankan pemerintahan dengan sebaik-baiknya. Namun di sisi lain, lantaran ketidakjelasan batas wilayah, dirinya sering terlibat konflik dengan VOC yang berkedudukan di Karesidenan Magetan.

Kala itu, perselisihanpun memuncak hingga menimbulkan rasa saling benci antara kedua belah pihak. Oleh karena itu kemudian VOC bersekongkol dengan beberapa Adipati lain menyusun rencana untuk menghabisi Kanjeng Adipati Kertonegoro.

Dalam beberapa versi cerita menyebut, mereka kemudian mensiasatinya dengan mengundang Adipati Kertonegoro dalam acara hajatan pertunjukan tayub yang digelar di Ngawi. Pada saat itu, percobaan pembunuhanpun dilakukan, namun Kertonegoro mampu meloloskan diri.

Berbagai upaya dilakukan, berkat kegigihan Adipati Kertonegoro dalam mempertahankan wilayahnya, beberapa kali VOC dan pasukannya mencoba memasuki Kadipaten Gendingan tapi hasil akhirnya selalu gagal.

Suatu ketika, dalam satu pertempuran di tepian sungai, Panglima sekaligus Patih Gendingan, Ronggolono gugur karena pengkhianatan. Dari kejadian itu, Adipati Kertonegoro terpaksa menyingkir untuk kembali menyusun pasukannya yang telah tercerai – berai.

Setelah dianggap cukup kuat, Adipati Kertonegoro balik menyerang dan berhasil mengusir VOC dari Kadipaten Gendingan.

Namun sayang sekali, setelah menjumpai keadaan kadipaten yang telah porak poranda, Adipati Kertonegoro merasa tak sanggup untuk menjalankan pemerintahan. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk mengasingkan diri ke daerah Sine, tepatnya (sekarang) dusun Krajan Kulon hingga tutup usia dan dimakamkan di tempat yang sama. (Gus/Pripathok)

Check Also

Polres Ponorogo Gelar Apel Pasukan Operasi Patuh Semeru 2024

Polres Ponorogo Gelar Apel Pasukan Operasi Patuh Semeru 2024

  SeputarKita, Ponorogo – Polres Ponorogo menggelar apel pasukan Operasi Patuh Semeru 2024 dengan tema …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *