SeputarKita, Pemalang – Setelah opini saya sebelumnya terbit dan memantik perhatian publik dengan judul “PAD Besar, Rakyat Tak Tahu ke Mana Alokasinya”, Kepala Desa Susukan, Irfanudin, memberikan tanggapan bahwa pengelolaan Pendapatan Asli Desa (PAD), terutama melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), bukanlah perkara mudah. Ia menyebut bahwa BUMDes Susukan masih terus berupaya berinovasi dan berkembang, sehingga hasilnya belum sepenuhnya stabil.
Irfanudin juga menegaskan bahwa pihaknya sedang merintis unit usaha baru, seperti pengelolaan sampah dan program Samsat Budiman, yang tentunya membutuhkan modal awal serta tahapan pengembangan. “Kalau kita melihat BUMDes se-Kecamatan Comal, hanya ada dua BUMDes yang benar-benar berjalan, yakni BUMDes Desa Susukan dan BUMDes di Desa Klegen,” jelasnya.
Lebih lanjut, Irfanudin menyampaikan bahwa penggunaan PAD telah diarahkan untuk berbagai kegiatan sosial dan keagamaan, seperti santunan ke masjid, musala, anak yatim, pembagian sembako saat pandemi, serta pengajian tingkat desa. Ia juga menegaskan bahwa tahun 2025 telah direncanakan jauh-jauh hari sebagai momentum untuk mendistribusikan hasil PAD secara langsung ke seluruh rumah warga.
Terkait transparansi, Irfanudin menjelaskan bahwa pemerintah desa secara rutin mengadakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang) setiap tahun, di mana progres capaian tahun sebelumnya disampaikan secara umum. Semua lembaga dan unsur masyarakat seperti pertanian, pendidikan, dan tokoh masyarakat turut diundang. Ia menyatakan bahwa meskipun tidak mungkin mengundang seluruh warga, yang terpenting adalah keterwakilan unsur-unsur masyarakat telah terpenuhi sesuai dengan petunjuk dan surat resmi yang ada.
Pernyataan ini tentu menjadi bahan pertimbangan baru bagi publik. Namun perlu diingat, hak masyarakat untuk mengetahui alokasi PAD tidak cukup hanya melalui keterwakilan di forum resmi. Akses terhadap informasi yang terbuka, mudah dipahami, dan terdiseminasi secara luas juga merupakan bagian penting dari transparansi. Pada akhirnya, kepercayaan masyarakat tumbuh bukan semata dari kegiatan yang dilaksanakan, tetapi dari keterbukaan yang terus-menerus dijaga.
Dalam hal ini, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) semestinya memainkan peran yang lebih aktif sebagai wakil aspirasi rakyat dan pengawas jalannya pemerintahan desa. Peran BPD perlu lebih diintensifkan secara kelembagaan, tidak hanya dalam bentuk anggaran, tetapi juga dalam ruang dan kapasitas untuk menelaah laporan keuangan desa, menyuarakan temuan lapangan, dan mengkritisi kebijakan jika diperlukan.
BPD juga harus mampu menyampaikan kepada masyarakat apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah desa, termasuk penggunaan anggaran dan progres pembangunan ke depan. Jangan hanya diam saat masyarakat bertanya, karena diamnya BPD justru dapat menimbulkan dugaan-dugaan negatif terhadap pemerintah desa. Sekali lagi, BPD harus aktif karena keberadaan mereka adalah bagian penting dari sistem check and balance di tingkat desa. (FAHMI)