Seputarkita,Pemalang – Polemik mutasi 46 pejabat di lingkungan Pemkab Pemalang kembali menghangat setelah Bupati Anom Widiyantoro menyampaikan klarifikasi resmi pada Selasa (5/8/2025).
Dalam pernyataannya, Bupati menampik adanya penolakan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). “Itu bukan penolakan, tetapi evaluasi oleh Kemendagri, KemenPAN-RB, dan BKN. Mereka sedang mengkaji dokumen yang kami kirimkan,” jelasnya di hadapan media.
Namun, pernyataan tersebut justru memantik kritik dari praktisi hukum Dr. (c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM, yang menilai klarifikasi tersebut berpotensi menyesatkan publik.
“Evaluasi itu hanya bahasa yang lebih halus dari penolakan. Dalam hukum administrasi, tanpa persetujuan dari instansi pusat, mutasi tidak bisa dilaksanakan. Jadi tidak ada ruang abu-abu di situ,” tegas Imam, yang juga merupakan Advokat & Konsultan Hukum pada Law Office Putra Pratama & Partners.
Imam pun mengingatkan ketentuan hukum yang berlaku, yakni Pasal 73 ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa mutasi harus mendapat persetujuan instansi pembina pusat. “Kalau belum disetujui, maka itu belum sah. Istilah ‘evaluasi’ biasanya muncul karena ada dokumen yang tidak sesuai atau indikasi pelanggaran administrasi,” tambahnya.
Dukungan terhadap pendapat ini juga datang dari legislatif. Anggota Komisi A DPRD Pemalang, Heru Kundhimiarso, sebelumnya menegaskan bahwa 46 nama pejabat yang diusulkan memang belum mendapat lampu hijau dari pusat. Ia menilai pentingnya kepatuhan pada prosedur administrasi. “Kalau belum disetujui, artinya ada yang perlu diperbaiki. Harus ada ketelitian administratif,” kata Heru.
Sorotan lain datang dari latar belakang beberapa nama dalam daftar usulan. Diketahui, ada sejumlah nama yang sebelumnya sempat dikenai sanksi kedinasan. Imam menanggapi hal ini dengan serius.
“Jika benar yang diusulkan kembali adalah pejabat yang pernah di demosi tanpa ada pemulihan secara hukum, maka itu melanggar prinsip meritokrasi dan bisa masuk kategori maladministrasi. Ini bertentangan dengan Pasal 117 ayat (1) PP 11 Tahun 2017,” jelasnya.
Lebih jauh, Imam menilai bahwa bila hal tersebut benar terjadi, maka bisa dikategorikan sebagai abuse of power, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Mutasi itu bukan sekadar rotasi jabatan. Ini menyangkut integritas ASN dan tata kelola pemerintahan. Publik perlu tahu siapa yang diusulkan, dan dengan dasar apa,” pungkas Imam.
Hingga kini, publik masih menanti kejelasan dari hasil kajian instansi pusat dan langkah tegas dari Pemkab Pemalang untuk memastikan mutasi dilakukan sesuai hukum, transparansi, dan profesionalisme.(FN)