SeputarKita, Lamongan – Pekerjaan Tembok Penahan Tanah (TPT) bersumber dari dana Bantuan Keuangan Khusus Kepada Pemerintah Desa (BKKPD) Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp. 75.000.000; yang berlokasi di Dusun Kedangean, Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan diduga dikerjakan dengan asal-asalan karena tidak sesuai spesifikasi teknis atau Rencan Anggaran Biaya (RAB).
Berdasarkan informasi yang diperoleh awak media, di desa tersebut diduga banyak proyek yang dikerjakan dengan asal-asalan karena kurang maksimalnya pengawasan pekerjaan, sehingga kegiatan pembangunan yang dikerjakan oleh PK (Tim Pelaksana Kegiatan / Pengelola Kegiatan) tidak sesuai dengan petunjuk teknis (Juknis) dari Pemerintah.
Hasil temuan di lapangan, diduga meterial pondasi dan pasangan pekerjaan TPT tersebut tidak menggunakan batu belah, namun menggunakan batu kapur (pedel) berwarna putih yang coraknya seperti batu belah. Rabu, (13/08/2025).
Menurut warga setempat saat ditemui dilokasi kegiatan pembangunan, membenarkan bahwa material yang digunakan bukan batu belah, tetapi menggunakan batu pedel berwarna putih.
“Iya benar, memang seperti batu pedel karena saat coba kami pecah menggunakan tangan mudah sekali. Kalau batu belah tak akan pecah kalau tidak menggunakan alat pembelah batu seperti kapak dan lainnya. Ya begitulah mas, kalau masyarakat awam tak mungkin mengetahui. Masyarakat tahunya plengesengan / TPT tersebut dibangun, bagaimana kualitas bangunan itu, kita semua tidak paham” ujarnya.
Terpisah, Saat dikonfirmasi awak media, Sunarto selaku Kepala Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi bertindak arogan dan bergaya preman seakan tidak mencerminkan seorang Pemimpin.
“Silahkan laporkan!!.” Ujar kades seakan berlagak seperti orang yang kebal hukum.

Mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan, awak media pun melaporkan kejadian tersebut kepada Redaksi dan langsung di tanggapi oleh Ridho Nurwahab. S.H atau yang akrab disapa Gus Ridho selaku Penasehat Hukum Redaksi Media Seputar Kita.
Menurut Advokat berambut Gondrong yang sudah malang melintang didunia hukum ini, sudah menjadi tanggung jawab Pemerintah Desa sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang -undang Desa No. 6 Tahun 2014. Pengguna Anggaran Baik Dana Desa Maupun Bantuan Keuangan Pemerintah Daerah yang diperuntukan untuk memajukan desa sudah semestinya menjadi Konsumsi Publik.
“Tindakan Kepala Desa Surabayan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, khususnya pada Pasal 4 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi publik. Selain itu, ia juga menyinggung Pasal 7 yang mewajibkan badan publik menyediakan dan memberikan informasi kepada pemohon, kecuali informasi yang dikecualikan.” Terang Gus Ridho.
“Dalam menjalankan tugas jurnalistik, awak media dituntut selalu menjunjung tinggi kode etik. Tapi, disini justru Kepala Desa Surabayan yang tidak sesuai dengan tupoksi. Berbicara dan bergaya Preman bukan hanya tidak etis, tapi bisa dikategorikan sebagai tindakan yang menghalang-halangi kerja pers,” tegasnya.
Mengacu pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, terutama Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak masyarakat untuk memperoleh informasi.
Atas kejadian ini, Gus Ridho mendesak pihak terkait untuk mengevaluasi kinerja Kepala Desa Surabayan. Menurutnya, jika pejabat publik tidak siap menghadapi kritik, maka sebaiknya mundur dari jabatannya.
“Kalau tidak siap dikritik dan tidak bisa memberikan keterbukaan kepada publik, sebaiknya mundur saja. Jangan justru Bergaya Preman ketika dimintai klarifikasi,” pungkasnya. (TIM)