Oleh : Imam Yudhianto S, SE, MM (Pengamat Ekonomi Lokal dan UMKM Magetan)
Di tengah arus perubahan global yang serba cepat dan tekanan ekonomi yang kompleks, Kabupaten Magetan menyimpan potensi luar biasa untuk bangkit sebagai pusat kekuatan ekonomi rakyat berbasis gotong royong. Terletak di kaki Gunung Lawu, Magetan memiliki kekayaan alam yang melimpah, masyarakat yang pekerja keras, serta budaya lokal yang kuat dalam nilai kebersamaan. Di tengah tantangan modernisasi, Koperasi Merah Putih muncul sebagai jawaban strategis untuk membangkitkan kedaulatan ekonomi rakyat yang berpihak pada keadilan sosial dan keberlanjutan.
Koperasi Merah Putih bukan hanya lembaga ekonomi biasa, melainkan gerakan kolektif yang menghidupkan kembali semangat gotong royong, solidaritas sosial, dan kemandirian warga. Ia hadir sebagai koreksi atas model pembangunan ekonomi yang terlalu lama berpihak pada sektor besar dan meninggalkan pelaku ekonomi kecil. Dalam konteks Magetan, koperasi menjadi sarana nyata untuk memperkuat pelaku usaha pertanian, peternakan, UMKM, pengrajin kulit di Kawedanan, hingga petani hortikultura dan pemilik lahan produktif di lereng Lawu yang selama ini tersebar, namun belum terorganisir dalam sistem ekonomi yang kuat.
Sayangnya, tantangan pendirian koperasi di Magetan tidak kecil. Banyak kelompok usaha atau komunitas desa memiliki semangat kolektif, namun minim literasi kelembagaan koperasi. Proses birokrasi pendirian masih dirasa berbelit, pendampingan dari lembaga teknis masih lemah, dan akses terhadap pembiayaan yang inklusif belum tersedia secara memadai. Akibatnya, banyak koperasi hanya menjadi formalitas administratif tanpa napas perjuangan ekonomi yang nyata. Belum lagi adanya persepsi negatif akibat pengalaman masa lalu, di mana koperasi sering dijadikan alat politik atau hanya dimanfaatkan segelintir orang.
Inilah saatnya Pemerintah Kabupaten Magetan mengambil langkah berani dan strategis. Pendirian dan penguatan Koperasi Merah Putih harus menjadi program prioritas lintas sektor. Pemkab perlu menetapkan kebijakan afirmatif berupa percepatan legalisasi koperasi melalui peraturan bupati yang mendukung proses sederhana, pendampingan intensif, serta penguatan kapasitas manajemen. Dinas terkait harus membentuk tim khusus inkubator koperasi yang mampu memfasilitasi dari hulu ke hilir: mulai dari pelatihan dasar, model bisnis koperasi, hingga akses pembiayaan dan jejaring pasar.
Dalam konteks peran pemerintah daerah, sinergi antar-OPD perlu diperkuat. Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pertanian, Dinas Perindag, dan Dinas Pariwisata harus duduk bersama untuk merancang model koperasi berbasis potensi lokal: koperasi petani hortikultura, koperasi wisata berbasis desa, koperasi pengrajin kulit, koperasi peternak sapi dan kambing, hingga koperasi pangan berbasis lumbung desa. Dengan keberadaan Telaga Sarangan, Agrowisata di Plaosan, dan wilayah subur di Lembeyan, Bendo, dan Poncol, koperasi dapat menjadi simpul produksi dan distribusi baru yang membuka lapangan kerja dan memperkuat rantai nilai lokal.
Peran pemerintah desa pun sangat vital. Pemerintah desa harus menjadikan koperasi sebagai mitra strategis pembangunan, bukan sekadar program tambahan. Penyertaan modal dari Dana Desa untuk pembentukan koperasi dapat diarahkan kepada usaha-usaha produktif yang menopang ketahanan pangan, pengelolaan hasil pertanian, hingga koperasi digital berbasis komunitas anak muda desa. Koperasi Merah Putih yang dikelola generasi milenial bisa menjadi terobosan yang menghubungkan pertanian desa dengan pasar daring nasional, bahkan global.
Sementara itu, peran pemerintah pusat tetap krusial dalam membuka ruang insentif fiskal dan akses pembiayaan. Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian Desa harus menjadikan Magetan sebagai model kabupaten koperasi modern. Dana pemulihan ekonomi nasional (PEN), dana CSR BUMN, hingga kerja sama internasional bisa diarahkan untuk memperkuat koperasi Merah Putih sebagai tulang punggung ekonomi rakyat Magetan.
Namun yang lebih penting dari semua itu adalah tumbuhnya kesadaran kolektif. Gerakan Koperasi Merah Putih di Magetan harus dibangun sebagai gerakan sosial, bukan sekadar proyek ekonomi. Kampus-kampus, pesantren, komunitas pemuda, organisasi perempuan, kelompok tani, dan pelaku UMKM harus bergandengan tangan menciptakan koperasi sebagai ruang baru perjuangan ekonomi yang bermartabat.
Kita butuh narasi baru, bahwa koperasi bukan lembaga usang, tetapi kendaraan masa depan menuju keadilan sosial. Ia adalah pengejawantahan sila kelima Pancasila yang konkret: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan Magetan, dengan seluruh potensi dan tradisi sosialnya, layak menjadi episentrum kebangkitan koperasi nasional.
Sebagai penutup, solusi komprehensif terhadap problematika pendirian Koperasi Merah Putih di Kabupaten Magetan mensyaratkan keberanian kolektif: pemerintah pusat menyederhanakan sistem dan mengalirkan dukungan, pemerintah daerah menyusun ekosistem pendukung yang konkret, dan pemerintah desa menjadikan koperasi sebagai pilar utama pembangunan. Tak kalah penting, masyarakat Magetan sendiri harus menjadi pelaku utama dari gerakan ini—membangun koperasi bukan karena instruksi, tetapi karena panggilan hati untuk mewujudkan ekonomi rakyat yang berdaulat.
Kini saatnya Magetan menyalakan obor perubahan. Koperasi Merah Putih bukan sekadar nama, tapi semangat. Sebuah jalan menuju kemakmuran yang adil, berbasis kerja bersama, untuk rakyat dan oleh rakyat. Jika langkah ini diambil dengan serius dan penuh ketulusan, Magetan tak hanya akan tumbuh, tapi akan menjadi teladan bagi Indonesia.