Seputar kita,Pemalang –Banjir rob kembali menerjang wilayah pesisir Kabupaten Pemalang, termasuk Desa Blendung, Mojo, dan Kertosari. Bencana berulang ini menuai keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan praktisi hukum.
Dr.(c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., Cpm., dari Law Office Putra Pratama & Partners menegaskan, pemerintah daerah tidak bisa lagi bersikap pasif terhadap bencana yang sudah bisa diprediksi dan terjadi setiap tahun.
“Ini bukan sekadar bencana alam biasa. Ketika dampaknya bisa diantisipasi dan tetap dibiarkan, maka itu masuk kategori kelalaian administratif,” ujarnya saat ditemui pada Minggu (25/5/2025).
Menurut Imam, ada dasar hukum yang jelas mengenai tanggung jawab negara dalam penanggulangan bencana, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. UU ini mewajibkan pemerintah untuk melakukan mitigasi, kesiapsiagaan, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi secara sistematis.
Ia juga mengutip UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan pemerintah daerah menjaga keseimbangan ekosistem pesisir serta mencegah kerusakan yang memperparah rob, seperti abrasi dan dampak perubahan iklim.
“Bupati dan jajarannya tidak bisa hanya mengandalkan status darurat tiap tahun. Harus ada kebijakan nyata: pembangunan tanggul, perbaikan drainase, hingga relokasi permukiman bila perlu. Ini soal nyawa dan hak hidup warga,” tegasnya.
Imam juga menyoroti pentingnya penganggaran dalam APBD dan RPJMD yang memuat program strategis untuk penanggulangan rob, bukan hanya tanggap darurat tanpa keberlanjutan.
Lebih lanjut, Imam mendorong warga untuk tidak diam. Jika tidak ada tindakan konkret dalam waktu wajar, masyarakat bisa mengajukan gugatan citizen lawsuit dan class action sebagai bentuk perjuangan hak dan keadilan.
“Sudah saatnya kita bersama membangun keadilan ekologis dan perlindungan sosial yang nyata bagi masyarakat pesisir,” tutup Imam Subiyanto.(FN)