ADA ANCAMAN DIBALIK GELIAT HIJRAH GENERASI MUSLIM MILENIALLS

MADIUN – Bicara tentang generasi millennials memang tidak ada habisnya. Generasi millennials selalu menjadi topik pembicaraan yang hangat di kalangan masyarakat, mulai dari segi pendidikan, teknologi, ideologi, moral maupun budaya. “Kita perlu memberikan perhatian penuh kepada mereka, karena merekalah pelanjut estafet perjuangan dan pembangunan bangsa ini,” ujar Imam Yudhianto, Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Magetan, di sela-sela Simposium Islam dan Kebangsaan, yang dihadiri oleh Civitas Akademika Perguruan Tinggi, Aktivis Mahasiswa dan Pemuda Se-Eks Karasidenan Madiun,di Hotel Aston Madiun, Ahad 16/12/2018.

Dengan kemampuannya di dunia teknologi dan sarana yang ada, generasi millenials belum banyak yang sadar akan kesempatan, peluang, sekaligus ancaman yang ada di depan mereka. Di satu sisi muncul generasi millennials cenderung tidak peduli terhadap keadaan sosial di sekitar mereka seperti dunia politik ataupun perkembangan ekonomi Indonesia. Kebanyakan dari generasi millenials hanya peduli untuk membanggakan pola hidup kebebasan dan hedonisme. “Mereka memiliki visi yang tidak realistis dan terlalu idealistis, tapi yang penting prinsipnya tetap bisa gaya’” papar Imam.

Di sisi lainnya, belakangan ini marak kita temui kampanye gerakan hijrah di media sosial. Di Instagram misalnya, akun @pemudahijrah sudah diikuti lebih satu juta orang. Jika kita menuliskan tagar #hijrah di kolom pencarian, akan kita temukan lebih dari 1,7 juta kiriman tentang topik ini. Di Facebook, akun Hijrah sudah diikuti lebih dari 300 ribu orang. “Dari beberapa yang saya sebutkan itu bisa kita lihat bahwa gerakan hijrah yang dilakukan oleh generasi millennials merupakan gerakan masif, dan sangat luar biasa,” ungkapnya.

Hijrah, yang secara bahasa berarti berpindah, digunakan sebagai sebutan untuk menamai sebuah gerakan yang mengajak kaum muslim, khususnya anak muda, untuk “berpindah” menjadi pribadi yang lebih baik dengan cara meningkatkan ketaatan dalam menjalankan syariat agama. “Tidak jelas siapa yang memulai gerakan ini. Sebagai sebuah fenomena, hijrah sebenarnya sudah muncul sejak lama, dimulai dari kalangan musisi seperti Gito Rollies atau Sakti ‘Sheila On 7’. Meskipun perubahan yang mereka lakukan secara substansial adalah hijrah, tapi masyarakat dan media kala itu tidak pernah menyebutnya demikian. Penyebutan hijrah untuk perubahan seperti yang dilakukan para musisi di atas baru terjadi belakangan ini.” lanjut imam.
Jika diamati lebih dalam, gerakan hijrah amat populer di kalangan anak muda kelas menengah perkotaan. Hal ini terjadi karena memang kampanye hijrah paling masif dilakukan di media sosial, di mana pengguna terbesarnya adalah anak muda kelas menengah perkotaan. Penyebab lainnya, berhijrah itu butuh biaya besar. Perubahan penampilan (khususnya bagi perempuan) misalnya, butuh biaya yang tidak sedikit.”Alasan-alasan itulah yang membuat hijrah tidak populer di kalangan bawah. Mereka banyak yang kemudian mendadak memakai jilbab besar dan niqab atau cadar, tapi meski begitu mereka tetap modis dengan berbagai warna-warni jilbab yang menarik, nggak murah lho kayak gitu…” kata imam
Yang cukup menarik, gerakan hijrah sama sekali tidak terorganisasi dan terpusat. Gerakan ini tidak memiliki ketua, koordinator, atau penanggung jawab utama yang bertugas memastikan gerakan ini berjalan dengan baik. Gerakan hijrah dilakukan dalam skala lokal di hampir semua kota di Indonesia. Dan, di setiap kota pun gerakan ini tidak terpusat pada satu komunitas saja. Bisa ada puluhan, atau mungkin ratusan, komunitas hijrah di tiap kota, yang antara komunitas satu dengan yang lain boleh jadi tidak saling mengenal. “Generasi muslim millennials ini kebanyakan berasal dari kalangan terpelajar, cenderung menunjukkan sikap dan perilaku keberagaman yang konservatif, dengan corak komunal, skriptual dan puritan, dan mereka juga nampak melakukan hibridasi identitas,” kata imam.

Di tengah perubahan menuju arah yang positif tersebut, ada bahaya yang mengancam kaum millennials, yaitu derasnya arus informasi yang berasal dari sumber tidak jelas,berita hoaxs, informasi berhalauan radikal dan cenderung doktrinal. “Karena kaum millennials sangat lekat dengan internet dan semacamnya, perlu diwaspadai adanya ancaman paham radikalisme dan terorisme yang bisa saja muncul merenggut idiologi generasi millennials, maka perlu bagi kita melakukan edukasi dan membentengi mereka dengan ilmu yang benar serta merujuk kepada ulama’ robbani,”tutup imam. (Red)

Check Also

Diguyur Hujan Semalam Penuh, Rumah Warga Madiun Terendam Air

Diguyur Hujan Semalam Penuh, Rumah Warga Madiun Terendam Air

  SeputarKita, Madiun – Banjir tiap awal di musim hujan, tampaknya sudah menjadi langganan di …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *