Puluhan Warga Menolak Ganti Rugi Pembebasan Lahan Exit Tol Kediri – Tulungagung

 

SeputarKita, Kota Kediri – Rencana pembangunan jalan tol Kediri – Tulungagung sedikit menuai penolakan sejumlah warga Kelurahan Semampir yang terdampak pembebasan lahan untuk Exit Tol.

Mereka menilai harga yang ditawarkan Tim Pengadaan Tanah Pembangunan Jalan Tol Kediri – Tulungagung jauh dibawah harga pasaran, dan untuk membeli kembali lokasi untuk usaha sangat tidak mungkin.

Setelah dilakukan musyawarah dan tidak menemukan kata sepakat, sejumlah warga tersebut melakukan pertemuan di salah satu Rumah Makan di Jalan Ronggowarsito, Pocanan, Kota Kediri. Senin, 25/09/2023.

Sugiono, pemilik Rawon Mayor Bismo melalui anaknya, Eka warga Kelurahan Semampir saat ditemui disela pertemuan dengan warga yang menolak harga ganti rugi yang ditawarkan menilai appraisal yang diberikan dinilai tidak masuk akal dan terkesan ditutup – tutupi.

“Kami menolak karena harga pasaran tanah di wilayah kami tidak segitu mas, kalau nilai segitu kami tidak bisa membeli tempat usaha lagi. Tempat usaha kami “Rawon Mayor Bismo”, sudah berdiri puluhan tahun di Jl. Mayor Bismo ini, masak kami harus pindah di tempat lain, minimal kan sama di Jl. Mayor Bismo. Dan harga tanah disini permeternya sudah 20 Juta Rupiah.” Ungkapnya.

Menurut Eka tidak hanya dirinya saja, mayoritas warga terdampak juga menolak harga yang ditawarkan Tim Pengadaan Tanah Pembangunan Jalan Tol, dengan alasan yang sama pula.

“Saat sosialisasi awal dulu, semua yang terdampak seperti pohon, bangunan akan diberikan ganti untung, ternyata tidak dihitung dan diminta membongkar sendiri bangunannya dan mengambil barang yang dirasa masih berharga. Dari awal kami tidak berniat menjual tanah kami, tapi karena dibutuhkan pemerintah kami bersedia, namun jangan seperti ini juga. Ini namanya bukan ganti untung.” Lanjutnya.

“Bisa dicek di internet mas, tahun lalu harga pasaran tanah disini sudah 16 – 20 Juta, tentu saja kami menolak ketika ganti wajar yang diberikan cuma 10 Juta Rupiah.” tegasnya.

 

Senada dengan Eka, David salah satu warga setempat menerangkan, musyawarah yang dilakukan cuma komunikasi searah bukan musyawarah, karena tidak ada negosiasi dalam musyawarah tersebut, warga tidak diberikan kesempatan bicara dan harga sudah dipatok dengan nilai dibawah harga pasaran.

“Untuk apa kami diundang musyawarah kalau kami tidak boleh bicara, awalnya mereka menawarkan ganti untung, tapi ketika musyawarah berganti nama menjadi ganti wajar.” Ujarnya.

Menimpali David, Siska yang juga terdampak menyampaikan penolakan karena sistem pengukuran yang dilakukan tidak sekaligus.

“Kita menolak juga masalah pengukuran yang tanah yang di beli secara bertahap, harusnya sekalian (semua) bukan bertahap. Yang mana nasibnya tahap berikutnya gimana kita tidak tau. ” Tuturnya.

Sementara itu, Yogi dan Adri warga Mojoroto Kota Kediri ketika mendengar nilai appraisal yang diberikan kepada warga Kelurahan Semampir juga merasa keberatan melepas tanahnya, dan siap menggelar aksi kalau sampai terjadi pada Mojoroto.

“Kalau harga pasaran tanah disini dengan di Semampir lebih tinggi Semampir, Kami dengar info ganti rugi disana segitu kami juga merasa keberatan mas, kami siap lakukan aksi demo kalau sampai terjadi seperti itu”. Tegasnya.

Untuk memastikan berita tersebut, awak media mencoba konfirmasi kepada Suprapti, selaku Penata Pertanahan Pertama, BPN Kota Kediri. Namun ketika dikonfirmasi melalui pesan Whatsapp awak media diminta konfirmasi kepada atasannya Tutur Pamuji Purbosayekti selaku Kepala Seksi Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kantor Pertanahan Kota Kediri yang saat itu sedang melakukan Dinas Luar. (Aryo)

Check Also

Sosialisasi Pencegahan Bencana di Desa Tawun : Antisipasi di Musim Penghujan

Sosialisasi Pencegahan Bencana di Desa Tawun : Antisipasi di Musim Penghujan

                SeputarKita, Ngawi – Dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *