Aliffuanna Irnilasanti saat proses batik Ecoprint |
Magetan, Seputarkita – Meningkatnya kesadaran masyarakat menjaga kelestarian alam menjadikan tren gaya hidup ramah lingkungan semakin digemari dan merambah luas ke berbagai sektor usaha. Tidak terkecuali dengan tren adi busana khususnya batik. Akhir-akhir ini berkembang batik ecoprint, yakni batik kontemporer yang menambah khasanah batik etnik di samping batik tulis dan batik cap.
Sesuai namanya ecoprint dari kata eco asal kata ekosistem (alam) dan print yang artinya mencetak, batik ini dibuat dengan cara mencetak dengan bahan-bahan yang terdapat di alam sekitar sebagai kain, pewarna, maupun pembuat pola motif. Bahan yang digunakan berupa dedaunan, bunga, batang bahkan ranting. Tidak seperti batik tulis atau cap yang pada tahap tertentu menggunakan bahan kimia, ecoprint menggunakan unsur-unsur alami tanpa bahan sintetis atau kimia. Karena itulah batik ini sangat ramah lingkungan dan tidak menimbulkan pencemaran air, tanah atau udara.
Tren gaya hidup ramah lingkungan inilah yang mendasari Aliffuanna Irnilasanti menekuni dan mengembangkan batik Ecoprint dengan branding Larakan.
Aliffuanna atau yang akrab disapa ifuk ini mengolah bahan alami menjadi kerajinan seperti kain, dress, baju, kemeja, hijab, masker, dan sejenisnya.
Ifuk yang memulai usaha sejak 2018 menjelaskan bahwa yang pertama dilakukan dalam membuat batik ecoprint adalah memilih kain serat alami bisa dari tumbuhan atau kulit hewan.
“Serat alami dipilih karena mampu menyerap warna dengan baik. Serat alami kelompok selulosa misalnya katun, linen, goni, kulit kayu, sedangkan, kelompok protein misalnya sutera, wol maupun kulit binatang,” papar Ifuk saat ditemui di rumahnya di Dukuh Karanganyar, Desa Pojoksari, RT 21,RW 03, Kamatan Sukomoro, Magetan. Selasa (13/10/2020).
Ifuk yang menghiasi lingkungan rumahnya dengan berbagai macam tumbuhan pewarna ecoprint ini melanjutkan penjelasannya mengenai dedaunan yang bisa dipakai sebagai pola motif atau pewarna adalah daun jati, klengkeng merah, daun lanang, jarak kepyar, teruju, miyono, daun jambu biji, kesumba, jinitri.
Batik Ecoprint yang siap dipasarkan |
Langkah pembuatan ecoprint diawali dengan pengolahan kain atau mordanting yaitu perendaman kain menggunakan air tawas selama tiga hari. Sisa air tawas tidak dibuang begitu saja tetapi bisa dimanfaatkan untuk membersihkan kamar mandi. “Proses mordanting ini untuk mempertahankan warna bahan atau kain dan membuka pori-pori agar motif tercetak dengan sempurna,” terang Ifuk.
Selanjutnya proses pencetakan dengan cara merentangkan kain setengah basah kemudian daun yang telah dipilih, ditata sedemikian rupa. Kemudian kain digulung pada kayu dengan mempertahankan posisi daun agar tidak bergeser. Setelah itu diikat kencang. Tahapan selanjutnya adalah pengukusan selama 2 jam. Pengukusan ini bertujuan agar warna dasar daun keluar.
Setelah proses pengukusan selesai, kain dibiarkan selama 3 hari, kemudian kain dibuka, dibersihkan dari sisa-sisa daun yang menempel di kain, maka motif sudah tercetak di kain. “Selalu terjadi kejutan pada tahap ini karena warna, motif tidak selalu sama dengan apa yang dibayangkan sebelumnya,” kata Ifuk.
Proses terakhir adalah fiksasi dilakukan dengan merendam kain dengan air tawas dengan tujuan mengikat motif dan warna agar tidak luntur. Setelah itu kain dicuci menggunkan lerak dan dijemur di terik matahari.
“Di sinilah letak seni dan keunikan ecoprint, karena baik warna maupun motif tidak bisa diulang sekalipun bahan dan proses pembuatan sama,” ungkap Ifuk yang juga membuka galery fashion dan Ecoprint dirumahnya tersebut.
Ifuk rutin mengikuti pameran dan fashion show di Karesidenan Madiun bahkan sampai Jogjakarta, membuktikan bahwa hasil karyanya telah banyak diterima masyarakat. Dia mengaku bangga karena dengan bahan yang mudah dan tersedia di lingkungan sekitar bisa menciptakan hasil karya dengan kisaran harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah, terlebih dia ikut andil melestarikan alam karena di setiap proses tidak menggunakan bahan kimia yang berpotensi merusak alam dan menimbulkan pencemaran.
Ditempat terpisah, Edy Mulyono, S.Psi kepala Desa Pojoksari mengatakan, Batik Ecoprint juga nerupakan ikon Desa Pojoksari, bahkan UMKM tersebut mulai tumbuh, sudah muncul beberapa pengrajin batik Ecoprint di Desa Pojooksari.
“Dari Pemerintah sendiri akan terus memberikan support, berupa promosi dan dengan menggunakan batik Ecoprint sebagai seragam kerja, kerena sesuai instruksi Bupati Magetan setiap hari Kamis dan Jumat harus memakai batik local” Pungkasnya. (Aryo)