Balige, harianseputarkita – Alumni PPRA-48 Lemhannas RI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menegaskan agar Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (Jamwas) di Kejaksaan Agung Republik Indonesia melakukan tugas pengawasan dengan turun ke bawah (Turba). Hal ini disampaikannya menanggapi dugaan maraknya praktek pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum-oknum di Kejaksaan Negeri Balige, Sumatera Utara.
Dalam keterangan persnya yang diterima media ini, Wilson Lalengke yang juga adalah Ketua Umum PPWI Nasional, menyampaikan bahwa dirinya sangat prihatin atas rendahnya moralitas aparat hukum di Kejari Balige yang tega memeras korban penganiayaan yang seharusnya dibela dan dilayaninya. “Berdasarkan laporan dari warga, Marly M Sihombing (55) anggota PPWI Toba Samosir, yang keponakannya mengalami penganiayaan beberapa waktu lalu, saya sungguh prihatin terhadap integritas dan moralitas oknum-oknum Jaksa di Kejari Balige yang amat rendah, memalukan sekali,” kata Wilson melalui pesan WhatsApp-nya, Selasa, 10 April 2018.
Permasalahan ini bermulai sejak Mei 2017 lalu, saat terjadinya tindak pidana penganiayaan yang dialami oleh Evalina Br. Lubis (50) yang dilakukan oleh Nurmi Br. Purba (53) di Laguboti, Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara. Kasus tersebut telah berproses hingga ke Pengadilan Negeri Balige. Putusan hakimpun sudah terbit yang memutus pelaku Nurmi Br. Purba bersalah dan dihukum kurungan 2 bulan penjara. Saat ini, putusan hakim tersebut belum bisa dieksekusi, karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus itu melakukan banding atas putusan tersebut.
Sebagaimana diceritakan langsung oleh Marly, yang merupakan tante dari Evalina, ketika mengadukan nasib kasus keponakannya kepada Ketua Umum PPWI di Sekretariat PPWI Nasional di Jakarta, saat berkas bergulir di Kejari Balige, korban dimintai uang Rp. 5 juta oleh oknum Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) AP Frianto Naibaho, SH. “Alasannya, agar JPU mau menuntut terdakwa dengan hukuman 8 bulan atau 1 tahun penjara dan si terdakwa ditahan. Uang tersebut diserahkan oleh korban bersama saya kepada oknum-oknum di Kejari Balige itu melalui JPU bernama Diky Wahyu A, SH 3 juta rupiah dan staf pekerja harian lepas Hasiholan Hutapea 2 juta rupiah lagi atas titipan pesan Kasi Pidum,” ujar Marly yang datang bersama suaminya bertemu Wilson Lalengke beberapa waktu lalu.
Korban jelas kecewa dengan tingkah laku bejat para oknum di Kejari Balige tersebut. JPU ternyata hanya menuntut terdakwa 4 bulan penjara, dan diputus oleh hakim dengan kurungan 2 bulan penjara. Kenyataan pula, putusan pengadilan itu tidak bisa dilaksanakan, terdakwa tetap bebas berkeliaran. “Ada persengkongkolan apa antara terdakwa dengan pihak Kejari dan Pengadilan di Balige ini?” keluh Marly yang terlihat lelah menghadapi bobroknya mentalitas oknum-oknum penegak hukum di daerahnya.
Menyikapi kondisi tersebut, Wilson Lalengke, mencoba mengkonfirmasi kepada pejabat Kabag Humas Kejari Balige, Frengky H Pasaribu, SH, MH yang juga adalah Kepala Seksi Intelijen Kejari Balige, namun hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan diam membisu seribu bahasa. “Saya sudah coba meminta klarifikasi dari pejabat Humas Kejari Balige, ke Pak Frengky Pasaribu, terkait laporan Ibu Marly ini, namun sudah beberapa hari saya tunggu jawaban, beliau tidak memberi respon sama sekali,” imbuh trainer jurnalistik bagi ribuan anggota TNI, Polri, guru, wartawan dan masyarakat umum tersebut.
Menanggapi fenomena pungli yang marak dilakukan oknum berseragam di Kejaksaan Negeri Balige, Wilson mendesak agar Kejaksaan Agung, khususnya unit Jamwas Kejagung, melakukan pengusutan dan menuntaskan masalah ini, membersihkan kejaksaan dari oknum-oknumnya yang amoral dan bermental koruptif. “Saya sungguh amat menyayangkan, lembaga-lembaga penegak hukum di negeri ini masih dihuni para perampok rakyat menggunakan kewenangan undang-undang yang dipegangnya. Jamwas Kejagung harus turba, mengusut tuntas dan membersihkan lembaga kejaksaan dari oknum bejat, amoral, dan bermental koruptif di Kejari Balige itu,” tegas alumni dari 3 universitas terbaik di Eropa itu. (JKN/Red)