harianseputarkita, Madiun – Ummat Islam di Indonesia wajib bersatu hadapi berbagai persoalan bangsa. Dengan jumlah pemeluk yang amat besar, ummat Islam Indonesia seyogianya menjaga kekompakan dan menghindarkan diri dari segala perbedaan dan keinginan untuk mementingkan kelompok atau golongan masing-masing. Ketua Gerakan Ummat Islam Bersatu (GUIB) Magetan, Ustadz H. Imam Yudhianto, MM mengatakan, bahwa saat ini ummat Islam Indonesia cenderung sibuk meributkan dan mempertahankan paham masing-masing. Mereka masih terkotak-kotak dalam perselisihan pemahaman fiqh dan tatacara ibadah. “Buat apa terus-terusan mengurusi masalah kecil seperti perbedaan paham. Kalau kita mau rujuk ilal Kitab was Sunnah ‘ala fahmi salafus shalih pasti selesai permasalahannya. Jadi janganlah perbedaan itu terus digoreng dan dibesar-besarkan,” ucap Imam di sela-sela acara Tabligh Akbar bersama KH. DR. Tengku Zulkarnaen, yang bertema Merajut Ukhuwwah, Merawat NKRI di Asrama Haji Kota Madiun, Sabtu (26/01/2019).
Imam melanjutkan, akibat tidak bersatunya ummat Islam, banyak pihak yang memanfaatkannya. Pihak-pihak tersebut masuk dalam berbagai sektor dan melemahkan ummat Islam sedikit demi sedikit. Dampak pelemahan itu, menurutnya sangat luar biasa dan kini menjadikan ummat Islam menjadi tertindas. “Ummat Islam harus sadar dan mengubah pola pikir mereka dan mulai ikut menata bangsa. Harus ada upaya untuk ikut serta mencari solusi untuk mengatasi masalah politik, sosial, ekonomi, dan lainnya. Itu jauh lebih penting dibandingkan meributkan masalah kecil yang tidak perlu, apalagi soal perbedaan fiqh. Sudahlah, lebih baik kita bersatu untuk mengatasi masalah bangsa,” ucapnya
Menyikapi eforia politik di Tahun 2019 ini, dimana nyaris tak ada ruang pembicaraan publik yang tak membicarakan politik. Imam menghimbau agar ummat islam terus meningkatkan kewaspadaan agar tidak mudah diadu domba “Ummat Islam wajib bersatu, tidak boleh terkotak-kotak dalam siklus permainan politik. Ummat Islam wajib paham politik karena melalui politik lahir pemimpin dan produk hukum yang berimplikasi pada kepentingan orang banyak termasuk kepentingan ummat Islam,” serunya.
Imam memandang bahwa saat ini ada kelompok yang ingin mengkotak-kotak ummat Islam. Mereka sepertinya paham ummat Islam merupakan kekuatan utama bangsa Indonesia. Maka mereka terus berusaha untuk melemahkan kekuatan itu dengan strategi belah bambu atau devide et impera. Tujuan mereka adalah untuk menjajah Indonesia di berbagai bidang dengan mengkapitalisasi asset ekonomi dan mengekploitasi Sumber Daya Alam. “Dan ingat, target pertama mereka adalah mengkotak-kotak ummat Islam. Dan ini akan berimplikasi pada keutuhan bangsa Indonesia. Bila ummat Islam mampu dikotak-kotakan maka bangsa Indonesia akan menjadi lemah,” ujarnya.
“Mereka memfasilitasi provokator yang bertugas mengkotak-kotakkan ummat Islam. Mereka terus berusaha memojokkan ummat Islam sehingga akan ada ummat Islam yang malah membenci ummat Islam sendiri. Karenanya tahun politik harus dijadikan momen bersatunya ummat Islam dalam memilih pemimpin yang sesuai kriteria Islam dan Pancasila,” imbuh Imam.
Lebih lanjut Imam menyampaikan, Belakangan ini semakin banyak isu yang mendiskreditkan ummat Islam. Kebangkitan dan kesadaran ummat Islam dalam politik dicurigai sebagai radikalisme, ummat Islam di Indonesia dicurigai akan mengganti Pancasila dengan syariat Islam. “Padahal bila ummat Islam arogan dan egois, sejak republik ini hadir bisa saja hal itu dilakukan namun ummat Islam sangat toleran dan mengedepankan kepentingan umum. Tuduhan dan fitnah serta kecurigaan yang tanpa fakta itu harus dihadapi ummat Islam dengan persatuan,” lanjutnya.
Imam pun menegaskan bahwa ummat Islam harus lebih aktif dalam urusan negara, terlibat langsung dalam momen politik sehingga tidak selalu dipolitisir. “Jangan mau dijadikan ‘tumbal’ politik, saatnya kembali ke mesjid dan rapatkan shaf. Saya yakin gerakan kembali ke mesjid dan konsolidasi setiap hari akan memperkuat persatuan ummat. Tahun politik akan dilalui ummat Islam Indonesia dengan kemenangan gemilang, kemenangan bangsa Indonesia dengan memilih pemimpin yang shalih dan mencintai rakyatnya bukan pemimpin yang patuh pada kekuatan asing dan kapitalisme. Dan jangan lupa sertai semuanya dengan berdoa kepada Allah,” tutupnya. (red)