JANGAN GOLPUT, YUK NYOBLOS

Imam Yudhianto Soetopo, SH, MM
Penggiat Demokrasi dan Pemilu

Jelang Pelaksanaan Pemilu 17 April 2019, prediksi beberapa sosiolog akan meningkatnya apatisme masyarakat terhadap politik (baca: sikap golput), terus mendapat sorotan. Di sisi lain banyak pihak berharap grafik pengguna hak pilih dalam pemilu dapat meningkat signifikan. Terlebih ada alasan ketertarikan masyarakat di pemilu ini dengan dinamisnya pertarungan antara dua pasangan calon presiden dan wakil presiden di perhelatan pesta demokrasi yang akan digelar beberapa hari lagi. Terbukti antusiasme publik nampak pada ramainya jagad media sosial, semaraknya putaran akhir kampanye dan adu gagasan dalam debat publik yang diselenggarakan oleh KPU.

Komarudin Sahid (2011) dalam bukunya Memahami Sosiologi Politik, menilai golput adalah pilhan yang kontraproduktif bagi pemilu, mereka sama dengan tidak menanam saham pada pemerintahan mendatang. Mereka yang golput secara moral tidak berhak komplain atas kebijakan pemerintah terpilih nanti. Namun, golput dapat menjadi pembelajaran politik yang bagus apabila diniatkan kepada para kontestan bahwa mereka tidak sepenuhnya dapat memenuhi harapan mereka

Dikaitkan dengan posisi hukum dari golput, Penulis buku Sosiologi Hukum, Zainuddin Ali (2016) berpandangan, bila memilih dianggap sebagai hak maka tidak menggunakan hak pilih adalah perbuatan yang tidak mengandung konsekuensi hukum. Lain halnya bila memilih itu wajib, maka tak memilih adalah meninggalkan kewajiban. Seandainya tidak memilih sebagai cacat secara hukum dalam pandangan politik kriminal yang berlaku, maka tidak memilih dapat dikenai sanksi. Namun, bila hal itu ditempuh, pengenaan sanksi akan merampas kemerdekaan dan meniadakan pluralisme. Keadaan ini akan jelas berseberangan dengan demokrasi yang hendak ditegakkan melalui pemilihan itu sendiri.

Berbagai faktor-faktor yang membuat masyarakat golput banyak sekali diantaranya ialah masyarakat secara sadar dan mandiri untuk tidak menggunakan hak pilihnya dengan pertimbangan yang didasari sikap apatis, yakni mereka meyakini bahwa para calon yang bertarung tidak memiliki kapasitas untuk mewujudkan harapan mereka. Selain itu, mereka menyadari bahwa mencoblos dan tidak mencoblos memiliki makna yang sama, yakni tidak memberi pengaruh yang cukup signifikan dalam kehidupan mereka (Ansari Yamamah, 2018).

Sudah seharussnya kita sadar, bahwa perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini takkan bisa dilakukan hanya dengan bersikap diam alias golput. Sebab, dengan tidak memilih pun, anggota DPR RI itu tetap 575 orang. Juga dengan tidak memilih, seorang pemimpin nasional tetap akan lahir pada pemilu presiden tahun ini. Itu artinya, suka atau tidak suka, setuju atau pun tidak, orang-orang golput tetap harus mengikuti apa yang sudah menjadi pilihan orang lain yang berpartisipasi dengan mencoblos pada pileg dan pilpres.

Karena itu, menggunakan hak pilih adalah cara terbaik untuk membawa perubahan bangsa ini ke arah yang lebih baik. Kekecewaan terhadap partai politik yang tidak lagi aspiratif pada kepentingan rakyat serta kemarahan terhadap para wakil rakyat yang korup, tidak mesti dituangkan melalui sikap golput. Dengan tidak menggunakan hak suara, justru akan terjadi pembiaran politik jahat untuk tetap bercokol, dan ini mencederai kedaulatan rakyat.

Agar gedung parlemen tak lagi diisi para mafia dan koruptor, datanglah ke TPS dan beranilah memberikan suara pilihan Anda pada partai dan orang-orang yang layak dipercaya. Pilihlah orang-orang yang tepat untuk duduk di lembaga legislatif. Memilih calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tepat adalah salah satu cara untuk menyelamatkan negara ini dari beragam soal.

Tak perlu pesimistis yang berlebihan. Pasti banyak di antara jutaan calon legislatif yang menghiasi ruang-ruang pemungutan suara pada 17 April mendatang adalah orang-orang baik, jujur, punya integritas, punya kapabilitas, dan peduli dengan persoalan-persoalan rakyat. Mereka punya visi yang baik untuk membangun bangsa ini. Jangan biarkan orang-orang baik dan berintegritas ini akhirnya tak terpilih hanya karena mereka kehilangan suara pemilih lantaran sikap apatis sebagian masyarakat.

Datanglah ke TPS-TPS dan nyoblos sosok-sosok berintegritas seperti itu. Negara dan bangsa ini harus diselamatkan dengan memilih mereka itu melalui mekanisme yang paling sahih, yakni Pemilu 2019, entah untuk memilih calon anggota legislatif maupun pasangan calon presiden dan wakil presiden pada 17 April mendatang.

Bagaimanapun pemilu kali ini adalah momentum kedaulatan rakyat. Ini merupakan sarana paling tepat bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam politik, yang pada akhirnya ikut menentukan berbagai kebijakan pemerintahan di waktu mendatang. Pemilu juga merupakan sarana paling tepatuntuk pergantian pemimpin secara konstitusional. Suksesi kepemimpinan sangat diperlukan untuk menumbuhkan berbagai gagasan baru yang lebih baik serta dapat membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik dalam lima tahun ke depan. Pemilu juga merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi yang kuat. Hanya melalui proses pemilihan umum, para pemimpin yang terpilih mendapat pembenaran dari rakyat untuk menjalankan serta menyuarakan apa yang menjadi aspirasi masyarakat.

Jadi, alangkah naifnya jika ada sebagian warga bangsa ini memandang dengan sebelah mata eksistensi pemilu legislatif atau pun pemilu presiden. Sejatinya, pemilu adalah ritual politik lima tahunan yang sangat menentukan arah pembangunan bangsa ke depan. Makanya sudah menjadi tanggung jawab setiap warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu.

Terutama bagi para pemilih muda (pemula) yang pada Pemilu 2019 ini jumlahnya lebih dari 57 juta orang. Dengan jumlah sekitar 30% dari total pemilih nasional yang berkisar 192 juta orang, maka pemilih muda adalah pemilih potensial. Makanya ini adalah momentum Anda. Jangan apatis dan menjadi golput. Jangan menjadi generasi layu, sinis, dan pesimistis.

Datanglah ke TPS dan gunakan hak pilih secara bertanggungjawab disertai sikap penuh optimisme. Sadarilah bahwa pertaruhan pemilu adalah demi kelangsungan pembangunan bangsa. Sebagai generasi penerus, pemilih muda saat ini adalah salah satu penentu arah bangsa ini dalam beberapa tahun ke depan. Saatnya membuat perubahan dengan memberikan suara pada Pemilihan Umum 17 April nanti.

Dalam pemilu tahun 2019 ini, suara pemilih muda merupakan hal penting. Karena itu, sangatlah penting peranan para pimpinan partai politik, orangtua, dan berbagai komponen masyarakat untuk ikut mendorong serta mengajak para pemilih pemula, agar secara sadar mereka mau menggunakan hak pilih mereka. Anak-anak muda memang harus ikut berkontribusi bagi bangsa ini. Bukan diam dan tidak memilih alias golput. Ajang pesta demokrasi ini harus merupakan salah satu saluran bagi anak muda untuk menyuarakan hak mereka. Mereka harus ikut bertanggung jawab dalam menentukan arah bangsa ini, sekaligus menjadi pengawas para legislatif yang dipilihnya nanti. [Imam]

Check Also

Desa Bulu Kidul Alokasikankan DD Untuk Bangun Sejumlah Infrastruktur Demi Kesejahteraan Warganya

Kepala Desa Bulukidul, Sayuk Prawiro Husodo, S.Pd  Ponorogo, Seputarkita – Pemerintah pusat terus menggelontorkan bantuan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *