Magetan, Seputarkita – Sekitar 200 orang Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Magetan (AMM) melakukan aksi turun jalan dalam rangka menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law di Gedung DPRD Kabupaten Magetan Jalan Pahlawan Nomer 1 Magetan, Jum’at (9 / 10 / 2020).
Dengan dikawal mobil patroli Polres Magetan, masa aksi Aliansi Mahasiswa Magetan melakukan long march dari Alun – Alun Magetan dan tiba di kantor DPRD Kabupaten Magetan dengan membawa 1 mobil Komando, dan Spanduk bertuliskan :DPR ingkar janji Rakyat, Tolak Omnibus Law, Mosi tidak percaya dengan dewan penghianat, DPR kamu jahanam, Panjang umur Buruh dan Tani Indonesia, Wakil rakyat kok ra Ngappe kemaki, DPR ingkar lagi # Magetan masih sadar !, Indonesia kembali berduka, Jegal sampai gagal, Jum’at ini jadi saksi DPR ingkar janji, Kerja hitungan jam lukiran open BO..?, DPR aku mencintaimu salah satu rakyatmu yang kamu sengsarakan, dan DPR medot janji, sumpahmu palsu koyo mantanku.
Agung koordinator Aliansi Mahasiswa meminta kepada anggota DPRD Magetan untuk ikut menolak dan membatalkan RUU Omnibus Law.
“Aliansi Mahasiswa Magetan sangat prihatin dengan Demokrasi saat ini, karena DPR RI selaku lembaga tinggi di negara sudah melakukan banyak kesalahan yang menciderai amanat reformasi,”ucap Agung.
Mahasiswa adalah penyambung rakyat, DPR malah merusak amanat rakyat, kenapa DPR tidak berani turun di jalan sehingga tidak bisa mendengarkan keluh kesah rakyat.
“RUU Omnibus Law disahkan sehingga demokrasi mati untuk itu harus dilawan, karena tidak sesuai dengan perjuangan demokrasi saat ini,”ucapnya.
Masa aksi ditemui Ketua DPRD Magetan H. Sujatno SE MM didampingi Wakil Ketua Pangayoman, Suratman dan Kapolres Magetan AKBP Festo Ari Permana, SIK, SH. di depan pintu gerbang DPRD Magetan.
Ketua DPRD Magetan H. Sujatno, SE, MM mengatakan, DPRD Magetan akan mengawal aspirasi dari Mahasiswa, supaya RUU tersebut tidak semua merugikan rakyat.
Pihaknya meminta kepada Mahasiswa supaya mencatat poin RUU Omnibus Law yang harus dibawa ke pusat untuk disampaikan kepada DPR RI.
Dari Anggota DPRD Magetan tetap akan mendukung apa yang menjadi tuntutan dari mahasiswa terkait RUU Cipta kerja.
“Semua tuntutan dari Mahasiswa akan disampaikan oleh DPRD Magetan secara langsung ke pusat terkait aspirasi Mahasiswa Magetan supaya dipertimbangkan kembali,” ucap Sudjatno.
Dihadapan para Anggota Dewan dan perwakilan dari Pemkab Magetan, perwakilan Aliansi Mahasiswa Magetan membacakan, poin-poin penolakan RUU Omnibus Law diantaranya : Penghapusan upah minimum, salah satu poin yang ditolak serikat buruh adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah. Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum, Baik UMP dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota, penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup atau KLH.
Jam lembur lebih lama yang mana dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu, ketentuan jam lembur itu lebih lama dibandingkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, yang menyebut kerja lembur dalam satu hari maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu.
“Kontrak seumur hidup hingga rentan PHK yang mana dalam RUU Cipta Kerja salah satu poin Pasal 61 mengatur perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai, sementara, Pasal 61A menambahkan ketentuan kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir, dengan aturan ini, RUU Cipta Kerja dinilai merugikan pekerja karena ketimpangan relasi kuasa dalam pembuatan kesepakatan sebab jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha yang berpotensi membuat status kontrak pekerja menjadi abadi. Bahkan, pengusaha diniali bisa mem-PHK pekerja sewaktu-waktu,”pintanya.
Sedangkan, pemotongan waktu istirahat bahwa pada Pasal 79 ayat 2 poin b dikatakan waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu selain itu dalam ayat 5, RUU ini juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun, Cuti panjang disebut akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama sehingga hal tersebut jauh berbeda dari UU Ketenagakerjaan sebelumnya yang menjelaskan secara detail soal cuti atau istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama.
“Mempermudah perekrutan TKA yang mana Pasal 42 tentang kemudahan izin bagi tenaga kerja asing (TKA) merupakan salah satu pasal yang paling ditentang serikat pekerja. Pasal tersebut akan mengamandemen Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk, jika mengacu pada Perpres Nomor 20 Tahun 2018, diatur TKA harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), pengesahan RUU Omnibus Law akan mempermudah perizinan TKA, karena perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya perlu membutuhkan RPTKA saja,”pungkasnya. (Aryo)