Keduanya dilaporkan oleh Sungep, warga RT 3 RW 1 Desa Klorogan, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun. Dalam proses pelaporan tersebut, Sungep didampingi oleh Supriati (anaknya) dan Kepala Desa Klorogan Juprianto.
Supriati mengatakan, Isna dan Endang dilaporkan lantaran tak kunjung memulangkan Dhea Febrianti (adiknya) yang bekerja sebagai TKI di Singapura melalui jasa Isna dan Endang.
Padahal, lanjut Supriati, pihak keluarga Dhea sudah membayar puluhan juta rupiah kepada Isna dan Endang untuk biaya pemulangan Dhea. Namun, janji Isna dan Endang untuk memulangkan Dhea tak kunjung terbukti. Hingga saat ini, sang adik belum juga tiba di kampung halaman.
Supriati menceritakan, Dhea masih berusia 18 tahun dan baru lulus dari SMK Kebonsari pada tahun 2020 kemarin. Dhea berangkat ke Singapura pada tanggal 7 Januari 2021 lalu melalui jasa Isna dan Endang.
Di sana (Singapura), Dhea bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART). Singkat cerita, baru bekerja beberapa minggu, Dhea mengaku tidak betah dan ingin pulang. Namun, pihak agensi yang dihubungi malah meminta sejumlah uang demi mengurus kepulangan Dhea.
“Adik saya cerita kalau sudah tidak betah, pengen pulang tapi agennya (Isna dan Endang) minta uang 50 juta, katanya untuk bayar denda dan biaya pulang adik saya,” kata Supriati, Sabtu (13/2/2021).
Supriati melanjutkan, agen tersebut meminta uang sejumlah 50 juta untuk biaya kepulangan adiknya. Permintaan tersebut dirasa berat. Namun, karena tak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, pihak keluarga Dhea akhirnya menyerahkan uang 10 juta rupiah sebagai biaya awal. Namun, beberapa waktu kemudian kedua agen tersebut meminta tambahan lagi 7 juta. Permintaan tambahan uang 7 juta ditolak oleh pihak keluarga. Pasalnya, keluarga sudah membayar 10 juta tetapi Dhea tak kunjung pulang.
Merasa dirugikan oleh agen PJTKI tersebut, pihak keluarga Dhea memilih untuk menempuh jalur hukum dengan melaporkan Isna dan Endang ke Polres Madiun.
Sementara, Kasat Reskrim Polres Madiun AKP Aldo Febrianto membenarkan adanya laporan tersebut. Selanjutnya, pihaknya akan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mendalami kasus ini.
Ketika ditanya tentang dugaan eksploitasi anak dibawah umur serta pemalsuan identitas, Aldo mengaku hal tersebut akan menjadi atensi dalam pengembangan kasus ini. Pasalnya, antara paspor dengan KTP Dhea Febrianti tanggal lahirnya tidak sesuai. Di KTP, Dhea Febrianti tercatat kelahiran 2002. Sedangkan di paspor, tercatan kelahiran 1996.
“Akan kita selidiki lebih lanjut,” ujarnya.
Isna, salah satu agen saat dikonfirmasi di kediamanya yang beralamatkan di desa Kresek, Kecamatan Wungu mengaku memang benar dirinya yang memberangkatkan atas nama Dhea dengan tujuan Negara Singapore dan di pekerjakan sebagai ART di sana dia bekerja dengan majikan kewarganegaraan India.
“Memang saya yang memberangkatkan Dhea ke Negara tujuan Singapore disana dia bekerja sebagai asisten rumah tangga baru dan berangkat pada tanggal 7 Januari 2021 dari sini kita berangkatkan ke Bandara Surabaya berangkat naik pesawat kemudian turun di Batam, sampai Batam Dhea kita sebrangkan ke Singapore dengan menggunakan kapal.” Terangnya
Dan saat di mintai keterangan terkait soal ketidak samaan data kelahiran di KTP dengan yang tercatat di paspor dirinya mengaku jika tidak menahu soal itu.
“Soal pemalsuan data kelahiran saya tidak tau karena saya terima pemberangkatan saja jadi saya tidak tau kalo itu datanya di palsukan tentang perubahan tahun kelahiranya.”Pungkasnya. (Den)