SeputarKita, Magetan – Gerakan Ummat Islam Bersatu (GUIB) Kabupaten Magetan mengecam keras aksi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, yang cukup mengagetkan publik. “Segala bentuk kekerasan yang menimbulkan ketakutan, kekacauan serta mengancam dan mengorbankan nyawa manusia, apapun motif dan tujuannya, dan siapa pun pelakunya itu adalah perbuatan yang sangat biadab. Islam tidak pernah mengajarkan Terorisme,” ujar Gus Imam, Ketua GUIB Magetan, usai mengisi pengajian di salah satu Masjid di Kelurahan Mangge, Kecamatan Barat, Ahad siang (28/3/2021).
Gus Imam mengatakan bahwa tindakan terorisme berpotensi mencederai rasa persatuan dan kesatuan, serta menimbulkan kecemasan dan gangguan terhadap ketenteraman dan ketertiban masyarakat, lebih-lebih umat Islam sebentar lagi akan menjalankan ibadah Ramadhan. Dirinya meminta semua pihak agar mewaspadai dampak aksi pemboman ini dengan seksama, jangan menganggap remeh dan bersama-sama mencegah agar tidak memperkeruh hubungan antar anak bangsa. “GUIB menyerukan kepada seluruh elemen bangsa agar menahan diri dan tetap menjaga persaudaraan serta tidak membangun propaganda kebencian terhadap umat beragama tertentu, apalagi mengait-ngaitkan kejadian ini dengan ummat Islam, karena tidak ada agama manapun yang mengajarkan dan membenarkan tindakan terorisme. Aksi pemboman tersebut bisa jadi merupakan bentuk adu domba, memancing di air keruh, dan wujud dari perbuatan teror yang berlatar belakang politis dan tidak berhubungan sama sekali dengan agama,” tutur Gus Imam
Gus Imam menilai, aksi teror di Katedral sangatlah berbahaya bahkan berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan serta kebhinekaan rakyat Indonesia. Kondisi ini sangat rawan dan harus segera diredam. Aksi ini dapat memicu timbulnya kecurigaan antar umat beragama. “Sesungguhnya aksi serangan terorisme ini bukan hal yang baru di Indonesia, modus serangan seperti ini selalu dinamis mempergunakan kesempatan kelengahan aparat keamanan guna menebar rasa takut kepada yang dituju. Terlebih dari itu, yang mengusik benak kami, mengapa insitusi intelejen dan aparat keamanan tidak mampu mendeteksi secara dini, melakukan pencegahan terstruktur, sistematis dan massif terhadap kelompok teroris ini, sungguh sangat disayangkan,” sesalnya.
Sudah seharusnya fungsi institusi intelejen dalam melakukan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan dilakukan secara profesional sehingga mampu mengidentifikasi pola, memahami kecenderungan hingga menangkal penyebaran bahaya terorisme. “Semestinya jauh sebelum kejadian ini, intelijen sudah mampu mendeteksi dan menafsirkan berbagai infomasi terkait past, present and future, dan juga mampu menguraikan informasi yang berkembang dengan prinsip kecepatan dan kesempurnaan. Jangan, setelah kejadian baru bergerak, bagaimana negara meningkatkan daya cegah dan tangkal terhadap ancaman teroris, kalau cara kerjanya seperti ini,” keluh Gus Imam.
GUIB mendorong agar aparat penegak hukum mengusut kasus bom ini secara profesional sesuai regulasi dan aturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa harus membuat kegaduhan baru, yang hanya akan membuang sia-sia energi bangsa ini. Sebenarnya terorisme bukan persoalan siapa pelakunya, apa kelompok dan jaringannya. Namun, lebih dari itu terorisme merupakan tindakan yang memiliki akar keyakinan, doktrin dan ideologi yang dapat menyerang kesadaran masyarakat akan pentingya saling berkasih sayang dengan sesama, bertolak belakang dengan misi rahmatan lil alamin dan kontra dengan keselarasan kehidupan manusia secara universal. “Sudah saatnya aparat tidak hanya mengandalkan security approach. Pencegahan aksi teror dengan metode culture approach, religion approach dan bahkan soft approach adalah alternatif yang bisa diterapkan. Aparat juga perlu mengevaluasi tindakan represif sebagaimana diterapkan secara umum kepada tertuduh teroris. Yang jelas pencegahan aksi terorisme dan penegakan hukum harus diimbangai dengan tindakan preventif dengan menggunakan pola pendekatan kemanusiaan agar tidak menciptakan rasa dendam maupun melahirkan bentuk kekerasan yang baru,” harap Gus Imam.
GUIB menghimbau kepada masyarakat secara umum agar tetap tenang dan tidak mengembangkan berbagai prasangka atau asumsi yang dapat mengaburkan penyelasaian kasus ini. “Mari kita perkuat rasa percaya, saling pengertian dan kebersamaan antarsemua golongan di negeri ini. Jauhi sikap saling curiga dan prasangka satu sama lain demi keutuhan dan persatuan Indonesia yang kita dambakan bersama. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’alaa, selalu memberkahi bangsa ini,” pungkas Gus Imam. (red)