SeputarKita, Ngawi – Puluhan jurnalis Ngawi dari berbagai asosiasi bersatu lakukan aksi damai tolak revisi undang-undang penyiaran. Aksi tersebut mencerminkan kekhawatiran mendalam insan Pers Ngawi terhadap potensi kemunduran demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.
Digelar di depan gedung DPRD kabupaten Ngawi, ketua Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) Ngawi Siswo Handoyo berorasi bahwa revisi undang-undang tentang penyiaran itu dianggap memberangus kebebasan Pers. Ia menyoroti pasal-pasal yang dinilai bermasalah dan bakal mengekang kebebasan pers, misalnya pada pasal 4 (2) RUU Pers, yaitu Memberikan kewenangan besar kepada Dewan Pers untuk mengatur jurnalistik, dikhawatirkan dapat berpotensi represif dan membatasi ruang gerak jurnalis.
Lalu, pasal 32 RUU Pers, memperketat aturan terkait pemberitaan bohong (hoax) dengan potensi kriminalisasi jurnalis yang meliput isu sensitif. Kemudian, pasal 37 RUU Pers yang memberikan kewenangan kepada KPI untuk mengawasi media online, hal ini dikhawatirkan dapat berakibat pada sensor dan pembungkaman media kritis.
“Keputusan-keputusan, rancangan undang-undang yang dibuat seharusnya bukan untuk memberangus kebebasan untuk kita saling mengoreksi. Kenapa tidak disahkan saja undang-undang anti korupsi atau perampasan aset itu lebih penting daripada merevisi undang-undang penyiaran” tegasnya, Jum’at (31/05/24).
Di tempat yang sama, koordinator aksi yang juga jurnalis senior Ngawi, Asfi Manar dalam orasinya juga menyinggung dampak negatif apabila RUU Pers itu disahkan. Asfi menyuarakan, Pers bebas merupakan pilar penting dalam demokrasi, sebab itu, RUU penyiaran tersebut dikhawatirkan dapat melemahkan demokrasi dan hak-hak rakyat.
Kemunculan RUU tentang penyiaran ini, serunya, dianggap sebagai bentuk bangkitnya kembali masa orde baru yang dikenal otoriter bahkan kali ini justru lebih kejam. Revisi UU Pers yang berpotensi menyensor informasi teesebut dikhawatirkan dapat menghambat akses informasi publik dan memperkuat kontrol pemerintah.
“Apa yang dilakukan pemerintah hingga akhirnya muncul RUU ini, kami melihat bahwa ini adalah kebangkitan orde baru, bahkan lebih kejam” ucapnya.
Sekira hampir satu jam berorasi, akhirnya ketua DPRD kabupaten Ngawi, Heru Kusnindar beserta wakilnya menemui para jurnalis yang melakukan aksi. Ia menanggapi, penolakan produk RUU yang menyebabkan perselisihan ini bukan hanya untuk kepentingan insan pers saja akan tetapi untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Menanggapi aksi tersebut, DPRD kabupaten Ngawi membuat surat pernyataan sikap dengan semua ketua asosiasi jurnalis Ngawi. Heru berjanji, pernyataan yang berisi aspirasi jurnalis tentang penolakan RUU penyiaran Pers tersebut akan diteruskan ke DPR RI.
“Ini sesuatu yang baik menurut saya, karena yang kita diskusikan ini tidak akan selesai di sini maka kita akan teruskan ini ke DPR RI, karena ini bukan hanya kepentingan insan Pers saja tetapi juga kepentingan seluruh rakyat Indonesia” terangnya. (Gus).