SeputarKita, Nganjuk – Sebagaimana semaraknya berita di media masa atas langkah praktisi hukum Prayogo Laksono dan rekan, pada tanggal 15 April 2021 mengajukan gugatan uji materiil Perbup Nganjuk Nomor 11 Tahun 2021 ke Mahkamah Agung (MA) merupakan hak sebagai warga negara Indonesia apalagi berdomisili di Kabupaten Nganjuk.
Ini semua dikarekanan pihaknya merasa keberatan atas Perbup Nganjuk Nomor 11 Tahun 2021 yang ditengarahi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, serta akan memicu polemik di lapangan. Serta dinilai akan memicu isu-isu liar di tengah masyarakat, mulai tahapan pengisian perangkat Desa yang dituding kurang transparan, isu nepotisme, isu jual beli kursi perangkat. Sehingga Perbup tersebut akan memunculkan kegaduhan di masyarakat.
Prayogo dan rekan dengan mengajukan uji materiil Perbup Nomor 11 Tahun 2021 sangat berharap permohonannya dikabulkan MA atau memerintahkan Bupati Nganjuk untuk mencabutnya.
Perkembangan yang terjadi di pekan terakhir, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nganjuk, mengajukan hak interpelasi atas diturunkannya Perbup Nomor 11 Tahun 2021 yang dipakai sebagai payung hukum pelaksanaan pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa di Kabupaten Nganjuk.
Apa yang dikuatirkan para praktisi hukum dan pemerhati atas perkembangan pelaksanaan Perades dengan payung hukum Perbup di atas, semakin mendekati kenyataan. Salah satunya Perades di Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk.
Kecamatan Gondang yang mengikuti pengisian Perades agar kebutuhan Susunan Organesasi dan Tata Kerja (SOTK) Pemerintahan Desa tercukupi ada 11 Desa, dengan total 13 perangkat yang dilantik pada hari Senin (24/5/2021) serentak 10 Desa, dan pada hari Kamis (27/5/2021) satu Desa.
Pelaksanaan tes Peradesnya dilaksanakan pada hari Kamis (6/5/2021) pada satu tempat secara bersama sama. Mulai dari tes disini muncul kabar tidak sedap atas pelanggaran komitmen. Kesepakatan dilanggar secara otomatis muncul korban yang berkeluh kesah pada media SeputarKita.
Narasumber, tokoh masyarakat sebut saja Ken, di tempat kediamannya di Kecamatan Gondang mengisahkan perjalanan Perades dari awal hingga total rapat rapat sebanyak 7 (tujuh) kali di beberapa tempat. Akhirnya diambil keputusan calon Perades harus bersedia mengumpulkan bingkisan Apel Malang sejumlah tertentu pada tim kordinator yang sudah ditunjuk. Pengumpulan bingkisan Apel Malang ini dikumpulkan 2 (dua) bulan sebelum pelaksanaan perades.
” Keluarganya juga mengumpulkan bingkisannya 2 bulan sebelum pelaksanaan Perades, ” ungkap Ken.
Keluarganya yang ikut perades disaat mau berangkat tes jelas sudah sangat yakin akan lulus. Pasalnya bekal kelulusannya sudah ia kantongi. Peristiwa baru terjadi disaat mulai dilaksanakan tes, bekal kelulusannya ternyata tidak berguna sama sekali. Sebelum tes berakhir, keluarganya yang ikut tes itu keluar dari ruangan tes. Saat di luar ruangan tes menghubungi salah satu kordinator yang sudah disepakati via tilp. Jawabnya malah menyakitkan hati dan perasaan kami sekeluarga. ” Pean gak usah kuatir, bila tidak lulus, bingkisan Apel Malang kita kembalikan utuh “, kata salah satu tim kordinator pada keluarganya.
Setelah dapat kepastian keluarganya tidak lulus tes perades hari itu, Ken merasa kecewa atas harga diri dan martabatnya atas kegagalan pada keluarganya.
” Kalau keluarga saya digagalkan sebelum tes tidak masalah, tapi ini sudah pengkianatan atas komitmen bersama yang sudah disepakati, ” kata Ken dengan mimik kecewa.
Kemudian Ken mengatakan, sore harinya dua orang tim kordinator datang ke rumahnya dan bingkisan Apel Malang utuh diserahkan ke keluarganya yang ikut tes. ” Saat antar bingkisan Apel Malang, saya tidak dirumah, ” aku Ken.
Selanjutnya Ken menceritakan, siapa saja tim kordinator Perades yang diluar panitian resmi untuk pelaksanaan Perades di Kecamatan Gondang serta pengumpul bingkisan Apel Malang tersebut dan bingkisan tersebut akan dibuat apa. Siapa oknum S yang bisa merusak komitmen dan keuntungan apa yang didapatkannya, tunggu kabar Ken lebih lanjut. (Tim/RED).