
SeputarKita, Nganjuk – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang digulirkan pemerintah bertujuan membantu masyarakat mendapatkan kepastian hukum atas tanah mereka. Namun, di Desa Kedungdowo, Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk, program ini justru menuai persoalan baru dan menjadi sorotan publik.
Permasalahan mencuat setelah seorang warga bernama Suparji, asal Desa Gempol, mengaku tanah sawah miliknya yang berada di wilayah Kedungdowo secara tiba-tiba telah bersertifikat atas nama kedua anaknya, tanpa sepengetahuan dirinya. Suparji mengungkapkan bahwa tanah tersebut merupakan hasil pembelian sendiri saat menikah dengan almarhum istrinya, Marinem.
“Saya heran, mas. Tanah itu tidak pernah saya jual, wariskan, atau hibahkan. Tapi kok bisa tiba-tiba jadi sertifikat atas nama anak-anak saya tanpa seizin saya,” ujar Suparji kepada wartawan dengan nada kecewa. Ia menambahkan, istrinya, Marinem, telah lama meninggal dunia, sementara sertifikat baru itu terbit dalam program PTSL beberapa bulan lalu.

Upaya konfirmasi kepada ketua panitia PTSL Desa Kedungdowo tidak membuahkan hasil. Namun, salah satu anggota panitia bernama Agus menjelaskan bahwa sertifikat tersebut memang diterbitkan atas nama dua anak almarhumah Marinem, yakni Anik dan Agus, berdasarkan berkas hibah dari almarhumah. “Kami hanya menjalankan petunjuk dari Satgas Pertanahan. Ada surat PPAT yang menyatakan hibah atas nama Bu Marinem kepada anak-anaknya,” kata Agus.
Lebih lanjut, Agus menerangkan bahwa dalam administrasi PTSL terdapat dua jenis berkas hibah: hibah dari orang yang masih hidup dan hibah dari orang yang telah meninggal dunia. Dalam kasus ini, panitia menggunakan berkas hibah dari almarhum Marinem, disertai surat kematian dan bukti PPAT. “Karena pengajuan dilakukan oleh anak kandung almarhumah, maka sertifikat bisa diterbitkan atas nama mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Anik, anak pertama dari almarhumah Marinem, membenarkan bahwa sertifikat tanah tersebut diajukan atas nama dirinya dan adiknya. “Benar mas, pengajuan lewat PPAT atas nama ibu kami, karena kami berdua adalah ahli waris yang sah,” kata Anik saat ditemui di rumahnya.
Meski demikian, Suparji tetap merasa keberatan. Ia menilai ada kejanggalan dalam proses administrasi dan menduga adanya unsur kelalaian atau permainan di lingkup panitia PTSL. “Saya tidak pernah tahu soal hibah itu. Saya menduga ada pihak yang bermain. Saya akan menempuh jalur hukum demi kebenaran dan keadilan,” tegas Suparji.
Kasus ini menjadi perhatian warga setempat. Mereka berharap pihak berwenang, termasuk Satgas Pertanahan dan pemerintah desa, dapat turun tangan untuk menelusuri kebenaran serta memastikan bahwa pelaksanaan PTSL berjalan transparan dan sesuai aturan hukum. (NT)
Media Seputar Kita Portal Berita Terdepan Di Jawa Timur