
SeputarKita, Ngawi – Yayasan Lumbung Madani Indonesia (YLMI) terus memperluas kiprahnya dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Setelah sebelumnya memperoleh hak kelola hutan seluas 413 hektare di Desa Banjarbanggi, YLMI kini berhasil mendapatkan akses kelola tambahan seluas 3.040 hektare di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Dengan demikian, total lahan yang dikelola yayasan ini mencapai 3.453 hektare, tersebar di tiga desa di wilayah Ngawi.
YLMI yang diketuai oleh Syukur Fahruddin atau akrab disapa Shondhey, bersama sejumlah Kelompok Tani Hutan (KTH), berkomitmen untuk menjaga kelestarian hutan sekaligus memperkuat ketahanan pangan. Langkah ini sejalan dengan visi pemerintahan Prabowo-Gibran yang menempatkan ketahanan pangan dan perubahan iklim sebagai prioritas pembangunan nasional.
Komitmen tersebut ditandai dalam acara penyerahan hak kelola yang dihadiri oleh perwakilan Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Wilayah Madiun, Koramil, Polsek, Perum Perhutani KPH Ngawi, YLMI, serta ratusan petani hutan. Momentum ini menandai babak baru bagi masyarakat sekitar hutan untuk mengelola lahan secara legal dan berkelanjutan.
Program Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) yang dijalankan pemerintah menjadi dasar pemberian akses ini. Dalam sambutannya, perwakilan CDK Wilayah Madiun menyebut bahwa KHDPK merupakan jawaban atas dilema klasik antara pelestarian hutan dan pemenuhan kebutuhan pangan. “Dengan model agroforestri dan pengelolaan terpadu, pelestarian hutan dan ketahanan pangan bisa berjalan beriringan,” ujarnya, Rabu (5/11/2025).
Ketua YLMI, Syukur Shondhey, menegaskan bahwa KHDPK bukan sekadar pemberian akses legal, tetapi strategi nyata membangun ketahanan pangan dari pinggiran. “Selama ini kita berpikir lumbung pangan hanya di sawah. Kini, kita buktikan bahwa hutan rakyat juga bisa menjadi sumber pangan masa depan,” tegasnya di hadapan para peserta.
Pernyataan tersebut mencerminkan semangat kedaulatan pangan—yakni penguasaan masyarakat atas sumber daya pangan mereka sendiri. Melalui KHDPK, masyarakat di kawasan hutan memiliki peluang lebih besar untuk mengelola, menanam, dan memanfaatkan hasil hutan tanpa merusak ekosistemnya. “Ini adalah instrumen nyata untuk mewujudkan kedaulatan pangan di akar rumput,” tambah Shondhey.
Bagi petani hutan, keberhasilan ini bukan sekadar perayaan administratif, melainkan tonggak sejarah baru. Ketua Kelompok Tani Hutan Bangun Wana menyampaikan rasa syukur atas legalitas yang kini mereka miliki. “Selama ini kami bekerja dengan rasa was-was. Sekarang kami memiliki legitimasi yang jelas. Ini bukan hanya soal kertas, tapi tentang masa depan yang lebih pasti. Kami jaga hutan, hutan akan jaga kami,” ujarnya dengan penuh haru.
Momentum ini juga menjadi pengakuan negara atas peran penting masyarakat dalam menjaga keberlanjutan hutan. Menurut Shondhey, ukuran keberhasilan program ini bukan pada acara seremonial, melainkan pada hasil nyata di lapangan. “Seberapa besar pengaruhnya terhadap dapur keluarga petani dan stok pangan daerah satu, dua, hingga lima tahun ke depan, itulah ukuran sejatinya,” katanya.
YLMI menilai bahwa dengan sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan Perhutani, hutan rakyat di Ngawi dapat menjadi contoh nasional dalam tata kelola hutan berkelanjutan. “Kami harap Rencana Pengelolaan KHDPK (RPKHDPK) segera disahkan oleh Kementerian Kehutanan. Program ini menyentuh langsung masyarakat dan sangat dinantikan,” tutup Shondhey. (TA).
