PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENERAPAN ASAS BEGRIFFSJURISPRUDENZ TERHADAP PERANTARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA

 

Artikel Opini Penulis:

Citra Anggun Puspita,

Mahasiswa Magister Hukum, Universitas Negeri Surabaya

e-mail : 24131585023@mhs.unesa.ac.id

 

 

Berawal dari banyaknya fakta kasus di lapangan terkait perantara dalam tindak pidana narkotika, dalam hal ini yang disebut sebagai “perantara” tidak mengetahui bahwa tindakannya telah masuk dalam perbuatan pidana. Seperti halnya seseorang yang bekerja sebagai kurir pengantar paket, di mana dia hanya bekerja dan diperintahkan untuk mengantarkan paket tanpa mengetahui isi daripada paket tersebut adalah narkotika. Selain daripada kurir pengantar paket, juga banyak ditemui fakta pengalaman penulis yang diketahui banyaknya penerima paket oleh masyarakat, di mana mereka menerima kedatangan paket yang tidak diketahui asal-usulnya dan tidak menaruh curiga atas kedatangan paket tersebut yang ternyata berisi narkotika.

Badan Narkotika Nasional atau (BNN), mewaspadai kepada masyarakat untuk tidak menerima paket yang dikirim ke rumah jika tidak diketahui asal-usulnya atau dari seseorang yang tidak dikenal. Dilansir dari laman berita nasional yang diunggah Kompas.com https://nasional.kompas.com/read/2013/01/07/12501959/~Megapolitan~Crime%20Story?lgn_method=google&google_btn=onetap, disampaikan oleh BNN bahwa Narkotika memang bukan merupakan hal baru di Indonesia. Namun, keberadaannya dapat mengancam jiwa setiap orang, banyak orang dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Berbagai macam modus digunakan untuk mendapatkan keuntungan, dengan salah satunya mengirimkan paket narkotika ke alamat rumah yang dipilih secara acak. Sudah beberapa kasus terkait pengiriman paket yang berisi narkotika dan dikirimkan melalui perusahaan jasa penitipan. Sehingga perlunya untuk dilakukan cek silang kepada teman atau saudara, ketika paket yang diterima dengan nama pengirim yang hampir mirip dengan nama teman atau saudara. Hal tersebut perlu dilakukan agar masyarakat tidak terjebak dalam permainan tidak bertanggung jawab oknum-oknum pengedar narkotika.

Terkait pengedar narkotika tersebut, banyak kasus masyarakat sebagai pengirim maupun penerima paket yang tidak mengetahui isi paket atau barang tersebut, namun terjerat masuk dalam perkara pidana yang dianggap sebagai “perantara” dalam kasus tindak pidana jual beli narkotika. Berikut juga seperti fakta yang terjadi dilansir pada laman berita yang diunggah oleh Kompas.com https://nasional.kompas.com/read/2019/09/21/08430051/sambil-menangis-begini-pengakuan-dua-kurir-narkoba-yang-ditangkap-bareskrim?page=all serta pada laman berita Liputan 6 https://www.liputan6.com/news/read/515076/kurir-25-kg-sabu-ngaku-tak-tahu-paket-yang-diantarnya-narkoba, di mana dalam kedua berita kasus tersebut menjelaskan terkait kurir pengantar barang maupun paket berisi narkotika yang telah ditangkap oleh pihak Kepolisian karena dianggap sebagai “perantara” dalam jual beli narkotika. Dalam berita tersebut, keduanya sama berdalih bahwa mereka tidak mengetahui isi paket tersebut, yang mereka lakukan hanya sebatas perintah untuk mengantarkan barang tanpa mengetahui bahwa perbuatannya dapat terjerat pidana UU Narkotika. Bahkan dari mereka diketahui tidak mendapat bayaran atas tindakan yang mereka lakukan, ada juga yang diiming-imingi untuk mendapat upah besar karena mengantarkan barang tersebut, namun sekali lagi banyak masyarakat tidak mengetahui daripada modus kejahatan para pelaku pengedar narkotika yang sebenarnya. Hal ini menjadikan suatu dilema bagi hakim untuk benar-benar mempertimbangkan apakah tindakan yang dilakukan oleh kurir tersebut dapat tergolong sebagai “perantara” dalam kasus tindak pidana jual beli narkotika, di mana dalam setiap kasus yang terlihat sama tersebut dapat diperiksa dan diputus oleh hakim sesuai kondisi yang berbeda dalam setiap perkara, tergantung analogi hukum yang dipertimbangkan oleh setiap hakim. Sehingga menjadi keresahan bagi masyarakat yang menjadi korban karena ketidaktahuan tindakannya dapat terjerat dalam tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Menurut penulis, hakim dalam pertimbangannya cenderung menerapkan asas begriffsjurisprudenz, di mana dalam kasus tersebut hakim cenderung menafsirkannya secara tekstual, tanpa mempertimbangkan latar belakang sosial, tujuan hukum atau moralitas, terhadap aturan narkotika yang ada. Asas begriffsjurisprudenz sendiri dalam pengertiannya merupakan jurisprudensi konseptual, yang mana hukum harus diterapkan secara logis dan sistematis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hakim dalam asas ini tidak membuat hukum, tetapi hanya menemukan hukum (rechtvinding) melalui penalaran logis dari norma-norma yang telah ada.

Penerapan asas ini dapat terlihat juga contohnya dalam Putusan Nomor 115/Pid.Sus/2023/PN.Mad. Di mana seseorang hanya menjadi perantara dalam mengantarkan sebuah permintaan barang berupa Al-Quran oleh keponakannya yang berada di dalam Lapas, tanpa menaruh perasaan curiga dan tidak mengetahui bahwa sebenarnya di dalam Al-Quran yang merupakan barang titipan dari teman keponakannya tersebut terselip narkotika. Diketahui dari pengakuan keponakannya sendiri bahwa dia tidak memberitahukan hal tersebut kepada bibinya karena dikhawatirkan bibinya tidak mau mengantarkan jika tahu isinya adalah narkotika. Namun faktanya, hakim cenderung melihat pada Pasal 114 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, orang tersebut tetap dianggap sebagai pelaku tindak pidana karena “menyerahkan” atau “mengatur agar narkotika diserahkan”. Hakim berpandangan bahwa perantara berarti ikut serta dalam penyerahan. Dalam UU tidak dibedakan perantara dengan pelaku utama. Maka, perantara bisa jadi pelaku. Tidak ada ruang untuk pembelaan berbasis motif. Disini hakim akan mengabaikan niat/motif, latar belakang atau keadilan substantif. Tidak melihat terkadang korban dari tekanan ekonomi, hakim tetap menghukumnya secara ketat berdasarkan unsur-unsur pasal dan melihat dari segi formalnya saja. Karena hakim berpandangan unsur “menguasai” terpenuhi, tidak peduli apakah dia tahu isi barang atau tidak secara moral, namun di sini hakim fokus pada struktur logis pasal, bukan pada “keadilan sosial”.

Penulis beranggapan bahwa alih-alih menerapkan asas begriffsjurisprudenz tersebut, mungkin dalam perkara tersebut dapat pula diterapkan sebaliknya dengan menggunakan asas interessenjurisprudenz pada perkara-perkara narkotika yang conditional. Di mana pada asas ini hakim secara aktif dapat menyeimbangkan dan menafsirkan hukum dengan mempertimbangkan juga pada kepentingan masyarakat yang ada. Dengan mempertimbangkan keadilan sosial dan latar belakang pelaku, serta memiliki peran lebih aktif dalam penemuan hukum berdasarkan realitas sosial. Dalam relevansinya pada perkara tersebut, mungkin hakim dapat mempertimbangkan niat serta motif dari segi ekonomi terdakwa. Di mana dia tidak mendapatkan keuntungan besar, perannya pasif dalam “perantara” tersebut, serta tidak memiliki catatan kriminal/bukan terdakwa residivis. Sehingga mungkin hakim dapat menggunakan Pasal 127 (penyalahguna) jika memungkinkan, dapat menjatuhkan hukuman minimal atau pidana bersyarat karena perannya kecil, tidak menguasai narkotika dan hanya mengantarkan tanpa mengetahui isi yang terselip pada barang berupa Al-Quran tersebut. Ataupun memberi pertimbangan rehabilitatif jika relevan.

Namun di sisi lain memang penerapan asas interessenjurisprudenz tersebut juga dilema bagi hakim. Penerapan asas ini tetap harus hati-hati agar tidak membuka ruang untuk impunitas dan menjadi patokan terdakwa lain dalam membela diri dengan dalih “ketidaktahuannya” tersebut. Hakim harus lebih teliti dalam memeriksa dan menilai, di mana harus ada bukti kuat bahwa terdakwa memang perantara pasif atau korban situasional, bukan bagian aktif dari jaringan. Sehingga seringkali banyak hakim lebih memilih untuk menerapkan asas begriffsjurisprudenz dalam memutuskan perkara tersebut.

Check Also

Anev Mei 2025: Kapolres Nganjuk Soroti CCTV dan Percepatan Penyelesaian Kasus

Anev Mei 2025: Kapolres Nganjuk Soroti CCTV dan Percepatan Penyelesaian Kasus

Seputarkita,Nganjuk – Kapolres Nganjuk, AKBP Henri Noveri Santoso, S.H., S.I.K., M.M., menginginkan kinerja seluruh jajaran …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *