Oleh : Gus Imam (Mantan Siswa PSHT Magetan)
SeputarKita – Di bawah langit Magetan yang tenang, di tengah sejuk embusan angin yang membelai dedaunan, ada satu doa yang terus berbisik dari hati para pecinta kebenaran: semoga kita senantiasa hidup dalam damai, dalam harmoni, dalam kebersamaan yang tak terpecah.
Dalam pandangan Islam, manusia bukanlah sekadar jasad yang berisi ambisi dan kehendak, melainkan ruh yang berasal dari satu asal. Sebagaimana firman-Nya, “Khalaqokum min nafsiw wahidah” — “Dia menciptakan kalian dari satu jiwa.” Maka bagaimana mungkin kita yang berasal dari jiwa yang satu saling memusuhi dan menyakiti?
Ketika kita berbicara tentang perguruan pencak silat, kita tidak sekadar bicara soal gerakan tubuh atau teknik bela diri, tapi tentang warisan adab, marwah, dan nilai-nilai spiritual yang menyatu dengan napas nusantara. Di balik setiap gerak, tersimpan dzikir. Di balik setiap jurus, tersembunyi rasa tunduk kepada Yang Maha Perkasa.
Tak satu pun dari kita memiliki kekuatan sejati, sebab “Laa haula wa laa quwwata illa billah” — “Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan dari Alloh.” Segala bentuk kehebatan yang kita miliki, sejatinya bukanlah milik kita. Segala sakit, segala kuat, segala lemah, semua adalah milik-Nya. Kita hanya tempat singgah sementara bagi kekuatan yang bersumber dari Yang Maha Hidup.
Maka, ketika antar saudara dalam perguruan mulai retak, ketika tensi emosi lebih menguasai dari zikir dan kesadaran, saat itulah kita harus kembali pada hakekat: bahwa yang paling utama bukanlah menang atau kalah, bukan dominasi atau pengaruh, tetapi ridho Alloh dan ketenangan jiwa.
Kita tak dilahirkan untuk berseteru. Kita dihadirkan di bumi ini untuk saling mengenal, saling mencintai karena Alloh. Sebagaimana pesan Nabi Muhammad ﷺ dalam sabdanya: “La yu’minu ahadukum hatta yuhibba li akhihi maa yuhibbu linafsihi” — “Tidaklah sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
Persaudaraan bukanlah sekedar formalitas dan jargon kosong. Ia lahir dari rasa yang disatukan oleh Cahaya Ilahi. Dalam dunia batin para salik, tidak ada sekat antar perguruan. Yang ada hanyalah ruh yang saling menyapa dalam diam, dzikir yang saling menguatkan dalam sunyi, dan cinta yang tidak mengenal batas bendera.
Kini, saatnya kita berdiri dalam satu shaf. Kita teguhkan komitmen bersama. Kita jalin komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi. Kita rawat wilayah Magetan ini dengan zikir, dengan akhlak, dengan saling jaga. Karena sesungguhnya, menjaga keamanan dan ketertiban bukan sekadar tugas aparat atau pemimpin. Ia adalah panggilan ruhani bagi setiap jiwa yang mengerti tanggung jawabnya sebagai khalifah fil ardh.
Jika suatu perguruan sedang melaksanakan kegiatan, biarlah mereka menjalankan tanpa gangguan. Bukankah tugas kita saling menjaga, bukan saling mencurigai? Jika kita bisa mengutamakan persaudaraan, mengesampingkan ego dan ambisi yang mengikis kesatuan, maka rahmat akan turun, berkah akan hadir.
Sebagaimana dawuh para ulama: “Man arafa nafsahu, faqod ‘arafa robbahu” — “Barangsiapa mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya.” Dan siapa yang telah mengenal Tuhannya, maka ia tak akan menyakiti ciptaan-Nya. Ia akan memelihara bumi, menjaga manusia, dan memuliakan makhluk.
Dalam tafsir cinta para pendekar terdahulu, kebersamaan adalah maqom suci. Di dalamnya ada rasa lapang, penerimaan, dan keikhlasan. Jika setiap pendekar mencelupkan hatinya ke dalam tinta dzikir, maka pertikaian tak akan berani mendekat. Jika setiap pemuda mengikat tekadnya dengan niat lillah, maka seluruh bumi akan terasa tenteram.
Mari kita nyalakan lentera kesadaran. Mari kita lembutkan hati yang mengeras oleh ego. Mari kita satukan rasa, bahwa sejatinya kita ini bersaudara. Dari sumber yang satu, kepada tujuan yang satu, yakni ridho Alloh.
Alloh tidak menciptakan kita untuk saling mengalahkan. Ia menciptakan kita untuk saling menopang. Jika ada perbedaan, biarlah ia menjadi warna indah dalam mozaik persatuan. Jika ada luka lama, mari kita basuh dengan maaf dan doa.
Wahai para pendekar, wahai para pecinta kebenaran, wahai para penjaga tanah ini… bersatulah dalam dzikir, dalam sujud, dalam niat yang bersih. Jadikan silat bukan hanya gerak tubuh, tapi gerak jiwa menuju Alloh. Jadikan perguruan bukan hanya tempat belajar bela diri, tapi tempat bersemai cinta, hikmah, dan tauhid.
Dan jika semua ini kita jaga bersama, yakinlah — keberkahan akan turun. Hujan rahmat akan membasahi bumi Magetan. Dan suara takbir, tasbih, dan tahmid akan terus menggema, menjadikan wilayah ini sebagai taman dzikir yang dirindukan para malaikat.
Aamiin, yaa Robbal ‘Aalamiin.