Oleh : Gus Imam (Pengasuh Ponpes Raden Patah Magetan)
Di tengah gemuruh era digital, saat teknologi menawarkan berbagai kemudahan dan kecerdasan buatan (AI) mulai mendominasi berbagai aspek kehidupan, muncul ancaman besar yang sering kita abaikan: hilangnya keteladanan guru di hadapan siswa. Dalam orasi ilmiah yang disampaikan oleh Koordinator Kopertais Wilayah IV Jawa Timur, Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad. Dip. SEA, M.Phil., Ph.D., pada Wisuda ke XI STAIM Magetan di Graha Dewanto Lanud Iswahyudi, beliau dengan tegas mengingatkan, “Jangan sampai guru kehilangan keteladanannya di hadapan siswanya.”
Pesan ini bukan sekadar peringatan, tetapi alarm keras bagi kita semua. Di tangan guru, terletak harapan untuk membentuk generasi yang bukan hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia. Namun, di era di mana informasi begitu mudah diakses dan AI mampu menggantikan banyak peran manusia, peran guru sebagai teladan moral mulai terancam terkikis. Apakah kita akan diam saja melihat ini terjadi?
AI bisa saja menjawab pertanyaan siswa dengan cepat, menyediakan materi pembelajaran yang interaktif, bahkan membantu dalam proses evaluasi. Tapi ada satu hal yang tidak akan pernah bisa dilakukan oleh AI: memberikan keteladanan dalam nilai-nilai kehidupan. AI tidak memiliki hati. Ia tidak bisa mengajarkan empati, menunjukkan rasa hormat, atau memberikan contoh nyata bagaimana bersikap jujur dan bertanggung jawab.
Guru adalah Pilar Peradaban
Seorang guru tidak hanya menyampaikan pelajaran, tetapi juga menjadi panutan. Ketika seorang siswa melihat gurunya bersikap sabar, adil, dan penuh kasih, ia belajar bagaimana menghadapi kehidupan dengan nilai-nilai tersebut. Keteladanan ini tidak bisa ditiru oleh algoritma, tidak bisa diprogram oleh mesin, dan tidak bisa diunduh dari internet.
Prof. Muzakki menegaskan bahwa di tengah pesatnya kemajuan teknologi, kita harus tetap menjaga ruh pendidikan yang sesungguhnya. “Pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi juga transformasi karakter,” ujarnya. Pesan ini menegaskan bahwa jika guru kehilangan keteladanan, kita sedang menggiring generasi ini menuju kehancuran moral.
Apakah Kita Rela Kehilangan Guru Sebagai Teladan?
Bayangkan sebuah dunia di mana siswa belajar tanpa kehadiran figur yang bisa mereka hormati dan teladani. Tanpa guru yang memberikan contoh nyata tentang kejujuran, kesabaran, dan tanggung jawab, siswa hanya akan menjadi robot yang mampu menguasai ilmu tetapi kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Apakah ini masa depan yang kita inginkan?
AI mungkin mampu menguasai data, tetapi hanya guru yang mampu menyentuh hati. Guru adalah penjaga nilai-nilai luhur bangsa. Mereka tidak hanya membentuk individu, tetapi juga membangun fondasi moral masyarakat. Ketika mereka kehilangan keteladanan, bukan hanya siswa yang merugi, tetapi seluruh bangsa.
Bangkit dan Bela Keteladanan Guru!
Kita tidak boleh diam. Pendidikan yang sejati membutuhkan keteladanan, dan keteladanan itu hanya bisa diberikan oleh seorang guru. AI hanyalah alat, sementara guru adalah jiwa dari pendidikan itu sendiri. Mari kita jaga martabat dan peran mereka, seperti pesan kuat Prof. Muzakki: “Keteladanan guru adalah roh pendidikan. Jika keteladanan itu hilang, pendidikan akan kehilangan maknanya.”
Masa depan bangsa ada di tangan generasi muda, tetapi generasi muda ada di bawah bimbingan para guru. Jangan biarkan teknologi, betapapun canggihnya, mengambil alih peran sakral ini. Mari kita pastikan bahwa keteladanan guru tetap bersinar terang di hadapan siswa, sebagai penerang di tengah tantangan zaman.
___________________
Tulisan ini adalah catatan kecil ditulis saat orasi ilmiah koordinator kopertais pada wisuda ke XI STAIM Magetan (09/11/2024)