SeputarKita, Magetan – Kabupaten Magetan dijuluki sebagai The Nice of Java, nama tersebut dikarenakan Magetan kaya akan keindahan alam yang begitu menakjubkan. Selain itu, Kabupaten magetan letaknya berada di kaki dan lereng Gunung Lawu yang menyimpan sejuta keindahan.
Perkembangan pariwisata di Kabupaten Magetan bak jamur di musim penghujan, tumbuh subur dimana-mana. Sejumlah tempat wisata baru bermunculan baik yang alami atau buatan.
Saat ini di Kabupaten Magetan sedang trend merubah hutan di lereng Gunung Lawu menjadi sebuah wana wisata atau camping ground. Namun dalam pelaksanaannya diduga tidak memperhitungkan dampak negatif yang akan didapatkan.
Seperti yang terjadi di Kawasan LMDH Sarangan, tepatnya di Jalan Lama Sarangan – Tawangmangu. Dari pantauan awak media Investor membangun sebuah destinasi wisata dan camping ground tepat diatas wilayah dusun Ngluweng, Kelurahan Sarangan.
Pembangunan destinasi wisata tersebut sempat mendapat protes dari beberapa warga Dusun Ngluweng, mereka khawatir terjadi bencana tanah longsor karena lokasi pembangunan tepat diatas tempat tinggal mereka.
Tidak hanya warga Dusun Ngluweng, sejumlah petani yang bercocok tanam di bawah lokasi tersebut juga mengeluhkan pembangunan destinasi wisata itu. Karena disaat musim hujan, air keruh langsung masuk ke lahan pertanian mereka.
Sunardi, salah satu petani di Kelurahan Sarangan saat ditemui awak media di kediamannya menceritakan keluh kesah sejak dilaksananan pembangunan destinasi wisata diatas sawahnya. Rabu, 12 April 2023.
“Ketika hujan air campur lumpur langsung masuk ke sawah mas, saya takut kalau terjadi bencana seperti di Pacitan.” Ujarnya.
Tak hanya itu, Sunardi yang juga ketua PHRI Magetan menyayangkan perilaku investor atau pelaksana yang mengerjakan proyek tersebut. Karena dari awal pembangunan diduga melakukan pencurian air dari pipa pengairan sawah miliknya.
“Awalnya saya curiga, kenapa saat musim penghujan seperti ini debit air irigasi saya kok kecil. Akhirnya saya “turut” (Cek saluran air) dan saya temukan pipa saluran air saya langsung di coblos diambil) untuk proses pembangunan tanpa seizin saya. Padahal untuk mengambil air untuk irigasi saya harus mengurus ijin.” Tegas Nardi.
“Saat itu saya langsung tegur pekerja proyek, karena mandor dan pemiliknya tidak ada ditempat, lalu saya berpesan kepada pekerja untuk menghubungi saya. Namun sampai hari ini, sudah 3 bulan tidak ada satu orangpun yang menghubungi saya. Sebenarnya saya bisa saja melaporkan pihak yang berwajib, tapi saya tidak mau ramai, saya masih menunggu itikad baik mereka.” Tandanya.
Setelah ditemui di kediamannya, Sunardi bersama dua orang tokoh masyarakat dan awak media mendatangi lokasi proyek destinasi wisata baru tersebut.
Hadi, salah satu mandor proyek menemui mereka dan mengaku tidak tahu harus ijin kemana ketika menggunakan air untuk pekerjaan proyeknya.
“Maaf mas, saya meneruskan dari pelaksana sebelumnya. Saya baru satu bulan setengah disini, jadi tidak tahu kalau air yang digunakan belom meminta ijin pemiliknya.” Tutur Hadi.
Menurut Hadi, lokasi ini akan dibuat camping ground dan wana wisata. Investor yang mempekerjakan mereka berasal dari Kabupaten Bojonegoro.
“Karena pengurus atau pemiliknya jarang kesini, kami minta nomor telepon pak Nardi. Sewaktu-waktu mereka kesini langsung saya hubungi pak Nardi untuk membicarakan masalah ini. Biasanya Hari Sabtu dari Bojonegoro ada yang kesini.” Tutup Hadi. (Tim).