SeputarKita, Ngawi – Dari berbagai sumber, sejarah pendidikan islam sudah dimulai sejak pertama agama islam masuk Indonesia yaitu pada abad ke- 7 masehi yang dibawa oleh para pedagang arab dan para mubaligh. Para mubaligh itu menunjukkan akhlaqul karimah, sehingga masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk agama Islam dan mencontoh perilaku mereka.
Dari proses tersebut, terjadilah proses pendidikan dan pengajaran Islam, meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana dimana dalam mengajarkan agama islam saat itu masih secara informal, dengan metode dakwah, ceramah ataupun dialog interaktif.
Berbicara mengenai pendidikan, tentu tidak terlepas pada lembaga pendidikan yang menjadi sarana dalam mengerjakan dan menyebarluaskan ajaran islam saat itu. Dimulai dari pesantren, lembaga pendidikan islam yang di dalamnya sarat dengan pendidikan islam untuk dipahami dan dihayati serta diamalkan dengan menekankan pentingnya moral agama islam sebagai pedoman hidup.
Berdirinya pesantren di Indonesia, adalah tuntutan dari keinginan masyarakat islam saat itu demi menuju hidup yang lebih layak dan terbebas dari belenggu kolonial.
Pada masa kolonialisme, dari Pondok Pesantren lahirlah tokoh-tokoh nasional tangguh yang menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Zaenal Mustopa dan lain-lainnya. Maka dapat dikatakan bahwa masa itu Pondok Pesantren memberikan kontribusi yang besar bagi terbentuknya republik ini
Dikutip dari laman resmi Drektorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama RI, sejarah pendidikan islam di Indonesia telah dimulai pada awal abad ke- 20 masehi hingga dewasa ini merupakan perjalanan yang cukup panjang. Perkembangan yang cukup drastis terjadi pada masa orde lama dan terus berkembang pada masa orde baru.
Setelah Indonesia merdeka, pendidikan agama telah mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha tersebut dimulai dengan memberikan bantuan sebagaimana anjuran Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945.
Pendidikan Agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 Tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu di sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.
Perkembangan pendidikan Islam pada masa orde lama sangat terkait pula dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri pada tanggal 3 Januari 1946. Departemen Agama sebagai suatu lembaga pada masa itu, secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia.
Madrasah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. Undang-undang Nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, pada pasal 10 menyatakan bahwa untuk mendapatkan pengakuan Departemen Agama, madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu secara teratur disamping pelajaran umum.
Dengan persyaratan tersebut, diadakan pendaftaran madrasah yang memenuhi syarat. Jenjang pendidikan pada sistem madrasah pada masa itu terdiri dari tiga jenjang, pertama Madrasah Ibtidaiyah dengan lama pendidikan 6 tahun, Kedua Madrasah Tsanawiyah Pertama untuk 4 tahun, Ketiga Madrasah Tsanawiyah Atas untuk 4 Tahun.
Sedangkan, kurikulum madrasah terdiri dari sepertiga pelajaran agama dan sisanya pelajaran umum. Kebijakan tersebut untuk menjawab kesan tidak baik yang melekat kepada madrasah, yaitu pelajaran umum madrasah tidak akan mencapai tingkat yang sama bila dibandingkan dengan sekolah umum.
Perkembangan madrasah yang cukup penting pada masa Orde Lama adalah berdirinya madrasah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). Tujuan pendiriannya adalah untuk mencetak tenaga profesional yang siap mengembangkan madrasah sekaligus ahli keagamaan yang profesional.
Perkembangan pendidikan Islam selanjutnya pada masa orde baru, dimulai dari kebijakan pada pasal 4 TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 yang memuat kebijakan tentang isi pendidikan.
Pada tahun 1967 terbuka kesempatan untuk menegerikan madrasah swasta untuk semua tingkatan, Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Islam Negeri (MTsIN) dan Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN). Namun ketentuan itu hanya berlangsung 3 tahun, dengan alasan pembiayaan dan fasilitas yang sangat terbatas, maka keluarnya Keputusan Menteri Agama No. 213 tahun 1970 tidak ada lagi penegerian bagi madrasah madrasah swasta (Namun kebijakan tersebut tidak berlangsung lama, memasuki tahun 2000 kebijakan penegerian dimunculkan kembali).
Pada awal pemerintahan orde baru, pendekatan legal formal dijalankan tidak memberikan dukungan pada madrasah. Tahun 1972 dikeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 34 Tahun 1972 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 15 Tahun 1974 yang mengatur madrasah di bawah pengelolaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang sebelumnya dikelola oleh Menteri Agama secara murni.
Agar pengembangan pendidikan agama Islam pada sekolah umum lebih terarah maka sejak tahun 1978 berdirilah Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum. Karena respon pemerintah dan dunia pendidikan khususnya terhadap pendidikan agama Islam berkurang, direktorat ini sempat menghilang di tahun 2001, menggabung dengan Direktorat Pembinaan Perguruan Agama islam (Ditbinruais) menjadi Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum.
Namun ternyata penggabungan ini tidak juga mengangkat pendidikan agama Islam pada sekolah umum ke arah yang lebih baik, bahkan lebih terpuruk dan terasa dikesampingkan. Oleh karena itu di tahun 2005 dibentuk direktorat baru yang bersifat khusus kembali yaitu Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah, dan akhirnya disempurnakan menjadi Direktorat Pendidikan Agama Islam sampai sekarang berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010.
Hingga saat ini, perkembangan program/kegiatan bagi pendidikan Agama Islam sudah makin membaik dan terencana.
Sementara di Ngawi, ada salah satu madrasah yang juga memiliki sejarah panjang dan tak kalah heroiknya dalam memperjuangkan pendidikan islam di Indonesia, adalah MTsN 3 Ngawi.
Merujuk rangkuman literatur lembaga pendidikan islam negeri ini, mulanya, pada tahun 1954, salah seorang tokoh ulama ternama Ngawi yakni Kyai Abdul Mu’thi yang dibantu tokoh islam lainnya mendirikan lembaga pendidikan formal PGA 4 tahun Nahdlatul Ulama (PGA 4th NU) di desa Beran, kecamatan Ngawi, dengan jumlah siswa pertamanya sebanyak 36 siswa.
Karena belum memiliki gedung sendiri, saat itu lembaga pendidikan formal ini menggunakan masjid setempat untuk kegiatan belajar mengajarnya. Hingga kemudian, pada tahun 1962 PGA 4th NU ini akhirnya menempati gedung milik lembaga pendidikan Ma’arif yang terletak di depan pasar Beran, Ngawi.
Lalu pada tahun 1968, atas usaha sang pelopor, lembaga pendidikan tersebut yang semula swasta kemudian dinegerikan, berganti status PGA negeri 4th dan semenjak tahun 1969 berkembang menjadi PGAN 6th.
Baru setelah tahun 1978, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 16 tahun 1978 PGAN 6th diubah menjadi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ngawi untuk kelas satu, dua dan tiga. Lalu untuk kelas empat, lima dan enam berubah menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Ngawi, untuk sementara ruang belajarnya masih menempati gedung milik Lembaga Pendidikan Ma’arif.
Baru setelah tahun 1987 sampai sekarang MTsN Ngawi menempati gedung milik sendiri, yaitu berlokasi di jalan Kenari, nomor 38, Beran, Ngawi. Sebab menyesuaikan nomenklatur Kementrian Agama pusat, sejak tahun 2016 nama MTsN Ngawi berubah menjadi MTsN 3 Ngawi.
Terhitung semenjak diresmikan, pada tahun 2023 ini MTsN 3 Ngawi telah berusia empat puluh lima tahun, perjuangan yang sangat gigih dan panjang dari sang pelopor.
Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Islam awal berlangsung secara informal. Tidak ada jadwal waktu tertentu, tidak ada materi tertentu, dan tidak ada tempat yang khusus. Setelah pendidikan informal itu berlangsung dan semakin berkembang, maka muncullah pendidikan formal.
Sistem pendidikan yang terencana, punya waktu, tempat, dan materi tertentu. Sehingga beberapa lembaga pendidikan Islam awal yang muncul di Indonesia dimulai dari Masjid ataupun Mushola bahkan tak jarang berpindah tempat. (Gus).